Berita

Cerita dari Desa Urutsewu: Mengolah Limbah Menjadi Energi

0

Kerjha ― Siapa bilang limbah tak membawa manfaat. Warga Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah berhasil membuktikan jika limbah bisa diolah menjadi energi.

Desa yang terletak di lereng Merapi ini pun kini menjelma menjadi desa mandiri energi. Kebutuhan untuk memasak, bahkan sebagian listrik warganya telah dipenuhi dari limbah di desa tersebut.

Di sana, pipa-pipa panjang yang berisikan biogas terlihat melintang di sejumlah rumah. Dan, jangan kaget: biogas tersebut berasal dari limbah ternak ayam, sapi, hingga limbah pabrik tahu.

“Awalnya justru dari keprihatinan kami akan limbah tahu yang banyak terdapat di desa ini. Saya minta inisiatif yang punya pabrik tahu untuk mengolah limbah ini, hingga akhirnya biogas menjadi pilihan karena hasilnya bisa dimanfaatkan untuk memasak, juga bisa dikonversi untuk penerangan,” ujar Kepala Desa Urutsewu Sri Haryanto, dikutip dari esdm.go.id.

Salah satu pemilik pabrik tahu, Suwarno (42), yang juga Ketua RT 5 Dusun Gilingan, Urutsewu, kemudian berinisiatif membangun digester biogas untuk mengubah 5.000 L limbah pabrik tahu dalam sehari menjadi biogas.

Kini digester itu mampu mengalirkan gas bagi tujuh rumah di sekitar lokasi, juga untuk menyalakan genset darurat dan pengadaan air bersih bagi 60 pelanggan, bahkan telah menjalar hingga tetangga desa.

Mengetahui pemanfaatan gas yang dihasilkan dari limbah tahu bisa mengurangi pengeluaran untuk LPG hingga air bersih, warga desa lainnya lantas berinisiatif memanfaatkan potensi limbah untuk kebutuhan harian mereka. Salah satunya adalah Rizki Emil Abdilah (23), peternak ayam yang mampu menghasilkan energi biogas dari kotoran sekitar 2.000 ayam miliknya.

Biogas yang dihasilkan dari peternakannnya dipakai untuk menyalakan mesin penggiling jagung serta kompor di rumah. “Kalau untuk nyelep (menggiling), dua hari sebelumnya digester biogasnya harus dipenuhi dulu,” jelasnya.

Menurut Emil, mengubah mesin penggiling jagung yang semula berbahan bakar bensin menjadi tenaga biogas butuh perjuangan, namun hasilnya sepadan.

Dibantu temannya, ia melakukan modifikasi mesin. Setelah beberapa kali melakukan uji coba, modifikasi tersebut membuahkan hasil. Sampai sekarang, mesin penggilng jagung beroperasi dengan normal dan membuatnya bisa lebih berhemat.

“Kalau pakai bensin Rp 20 ribu untuk nyelep 400 kilogram. Kalau biogas, ya enggak usah mikir bensin lagi. Bisa ngirit Rp 20 ribu,” ungkapnya.

Tak hanya itu, beberapa warga kini juga menggunakan digester biogas portable sederhana di dapur untuk menyalakan kompor. “Saya rakit sendiri bersama tetangga sekitar, biayanya Rp 2 jutaan. Sampah sayur dan buah tinggal saya masukkan. Hemat, enggak perlu mikir beli LPG,” ungkap Saparman (40), yang beberapa bulan terakhir telah menggunakan biogas yang dikembangkan dari Dana Desa. (NUR/Foto: ESDM)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *