Berita

Fatmawati, Ibu Negara Penjahit Bendera Pusaka

0

Kerjha ― Ada yang istimewa dari upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia Tahun 2022 di Istana Negara kali ini. Naskah asli teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Ir Sukarno akan kembali hadir dan disandingkan bendera pusaka Sang Saka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati, Ibu Negara pertama Indonesia.

Bendera ini merupakan bendera yang paling bersejarah, lantaran menjadi bendera Indonesia yang pertama, dan pertama kali dinaikkan saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Atas jasa Fatmawati, bangsa Indonesia memiliki bendera Sang Saka Merah Putih.

Peristiwa saat Fatmawati menjahit bendera tersebut, di hari-hari penting menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, lekat dalam benak masyarakat Indonesia. Mari kembali mengenang, Fatmawati, sang penjahit bendera pusaka.

Fatmawati adalah putri kelahiran Bengkulu. Saat itu, Soekarno dipindahkan dari tempat pengasingan di Ende, Nusa Tenggara Timur ke Kota Bengkulu. Di sanalah ia bertemu dengan Fatmawati.

Ia lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923, dari pasangan asal Bengkulu, yakni Hasan Din, seorang tokoh Muhamadiyah di Bengkulu dan Chadijah. Fatmawati mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsch School) pada 1930 dan aktif berorganisasi sejak duduk di bangku sekolah dasar, yakni organisasi Naysatul Asyiyah.

Pada 1 Juni 1943 Fatmawati resmi dipersunting Soekarno, saat usianya 20 tahun. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai lima orang putra dan putri, yaitu Guntur Soekarno Putra, Megawati Soekarno Putri, Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarno Putri, dan Guruh Soekarno Putra.

Pada hari-hari menjelang 17 Agustus 1945, Soekarno bersama tokoh lainnya sedang berkumpul menyiapkan peralatan untuk pembacaan naskah teks proklamasi dan ada inforamsi bahwa bendera Indonesia belum ada.

Saat itu, tidaklah mudah untuk mendapatkan kain merah dan putih. Soekarno meminta Fatmawati untuk segera mencari bantuan. Fatmawati tak kehilangan akal. Ia meminta tolong kepada pemuda bernama Chairul Bahri, untuk meminta beberapa lembar kain untuk dijahit sebagai bendera kepada orang Jepang yang pro kemerdekaan Indonesia. Kain pun diperoleh dari sebuah gudang milik Jepang. Fatmawati senang bukan kepalang.

Di ruang makan, Fatmawati langsung menjahit bendera merah putih berukuran 2×3 meter dengan kedua tangannya. Saat itu ia tengah hamil besar anak pertamanya, kelak diberi nama Guntur Soekarnoputra.

“Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex Walikota DKI), Suhud, Kolonel Latief Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” terang Fatmawati dalam buku Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016).

Bendera jahitan Fatmawati pertama kalinya dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bertahun-tahun Sang Saka ini dikibarkan dalam upacara kenegaraan. Sampai akhirnya bendera tersebut digantikan oleh duplikatnya mengingat usianya yang sudah tua. Untuk menjaga keutuhannya, bendera Merah Putih tersebut selanjutnya difungsikan sebagai Bendera Pusaka dan disimpan di tempat terhormat di Monumen Nasional.

Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Fatmawati dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, melalui surat Keputusan Presiden RI Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000.

Fatmawati meninggal dunia dalam perjalanan pulang dari Arab Saudi kala menunaikan ibadah umroh. Ia mengalami serangan jantung saat pesawatnya transit di Kuala Lumpur dan meninggal di General Hospital pada 14 Mei 1980, dalam usia 57 tahun. Fatmawati dimakamkan di TPU Karet Bivak Jakarta.

Sebagai tanda bukti hormat atas perjuangan Fatmawati, di Kota Bengkulu, tepatnya di Simpang Lima Ratu Samban, tak jauh dari Rumah Fatmawati, dibangun Monumen Fatmawati yang dibuat oleh salah satu maestro patung Indonesia, I Nyoman Nuarta. Monumen ini menggambarkan peristiwa sejarah dijahitnya Bendera Merah Putih. Nama Fatmawati Soekarno juga dijadikan nama bandara di Bengkulu. (HAS)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *