Berita

Indonesia Raya, Karya WR Supratman Pengiring Cita-cita Indonesia Merdeka

0

Kerjha ― Pada setiap upacara 17 Agustus, lagu kebangsaan Indonesia Raya akan mengalun mengiringi bendera Merah Putih yang dikerek di tiang bendera. Lagu ini juga diperdengarkan dalam tiap momen-momen penting negara seperti acara pembukaan sidang paripurna MPR dan DPR, untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi serta dalam kegiatan olahraga nasional dan internasional.

Lagu ini merupakan ciptaan Wage Rudolf Supratman atau WR Supratman, seorang komponis, pencipta lagu dan menjadi pahlawan nasional. Sayangnya, ia sendiri, tak sempat menyaksikan lagu yang diciptakannya tersebut diperdengarkan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ia mangkat tujuh tahun sebelumnya, yakni pada 17 Agustus 1938 di Surabaya.

WR Supratman lahir pada Jumat Wage, 9 Maret 1903 di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Tiga bulan setelah lahir, orangtuanya pindah ke Jatinegara, Jakarta Timur. Sersan Jumeno Senen, ayahnya mencatatkan akta kelahiran putranya di Jatinegara, sehingga banyak yang menuliskan WR Supratman lahir di Jatinegara.

Hari kelahirannya pada akhirnya menjadi Hari Musik Nasional dengan pertama kali ditetapkan pada 9 Maret 2013 dan disahkan lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10 Tahun 2013.

Perkenalannya dengan musik adalah saat ia mendapatkan hadiah sebuah biola di hari ulang tahunnya yang ke-17. Hadiah tersebut diberikan oleh kakak iparnya W.M. Van Eldick. Kakak iparnya ini piawai memainkan nomor-nomor klasik karya Chopin, Beethoven, Liszt, dan Tschaikovsky. WR Supratman tergabung dalam kelompok musik bernama Black White Jazz Band yang dikomandani Van Eldik.

Selain Indonesia Raya, ia juga banyak membuat lagu bertema nasionalisme, di antaranya adalah “Indonesia Ibuku”, “Di Timur Matahari”. Karya-karya WR Supratman mampu membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat Indonesia untuk melawan penjajah.

Menyelesaikan pendidikannya Sekolah Pendidikan Guru, ia juga pernah berkarier sebagai seorang jurnalis di Bandung yakni di surat kabar Kaoem Moeda pada 1924. Ia lalu pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Surat Kabar Sin Po. Sejak saat itu, ia mulai kerap menghadiri rapat-rapat organisasi pemuda dan partai politik yang diadakan di Gedung Pertemuan di Batavia. Ia juga terlibat dalam Kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktober 1928.

Kala itu, lagu Indonesia Raya pertama kali dikumandangkan dengan alat musik biola dan tanpa lirik di depan seluruh peserta kongres, sebelum dibacakan Putusan Kongres Pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jl Kramat Raya 106.

Semua peserta kongres tercengang dan terharu mendengar gesekan biolanya. Sebagian peserta kongres mencoba merangkul WR Supratman dengan mata berkaca-kaca. Ada yang bertepuk tangan.

Semenjak saat itu nama WR Supratman semakin populer seiring dengan partitur dan lagu Indonesia Raya—mulanya berjudul “Indonesia”—yang dirilis oleh Sin Po edisi Sabtu, 10 November 1928. Selebaran berisikan partitur dan lirik tiga stanza Indonesia Raya juga turut disebarkan.

WR Supratman lalu menemui seorang kawannya yang memiliki studio rekaman, bernama Yo Kim Tjan. Di studio rekaman tersebut, WR Supratman membuat rekaman piringan hitam lagu Indonesia Raya versi instrumen biola beserta suaranya dan versi orkes keroncong. Keroncong saat itu merupakan musik yang populer di kalangan pemuda. Besar harapan WR Supratman agar lagu kebangsaan kian dikenal luas.

Setelah Kongres Pemuda II berlangsung, lagu Indonesia Raya semakin dikenal oleh seluruh kalangan. Partai Nasional Indonesia (PNI) pada kongres kedua di Batavia, 18-20 Mei 1929 tak hanya berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya, bahkan menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai sebuah lagu kebangsaan. Begitu pula yang terjadi pada Kongres PNI di Bandung, 15 September 1929. Para peserta kongres berdiri lalu bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat.

Pada 17 Agustus 1938, WR Supratman tutup usia. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman umum di Jalan Kejeran Surabaya. Ia meninggal tujuh tahun sebelum sebelum lagu yang diciptakannya berkumandang pada proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka yang diidam-idamkannya telah tercapai. Lagu ciptaannya pun menjadi lagu kebangsaan yang diperdengarkan pada setiap momentum penting negeri ini dan dihafal dari generasi ke generasi, hingga kini. (HAS)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *