Headline

Jangan Sampai Demonstrasi Jadi Klaster Baru Covid-19

0

Kerjha ― Aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang bermunculan di sejumlah kota berpotensi menimbulkan klaster baru Covid-19. Terlebih jika para pendemo tidak berdisiplin menerapkan protokol kesehatan saat berunjuk rasa.

Kendati begitu, menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, sampai saat ini pemerintah belum berencana menggunakan Undang-Undang Kekarantinaan dalam merespons aksi unjuk rasa tersebut.

“Oleh karena itu kami mendorong para pihak yang ingin menyampaikan aspirasinya untuk mematuhi arahan dari pihak kepolisian selama kegiatan berlangsung,” kata Wiku, Selasa (6/10).

Ia mengimbau, bagi masyarakat yang ingin menjalankan hak demokrasinya, untuk menerapkan protokol kesehatan, tetap memakai masker serta menjaga jarak. “Klaster industri sudah banyak bermunculan dan ini berpotensi mengganggu kinerja pabrik dan industri lainnya, potensi serupa akan muncul dalam kegiatan berkerumun,” lanjutnya.

Wiku bilang, menjalankan disiplin atas semua protokol kesehatan sangat penting bagi keamanan masyarakat yang tidak ikut berdemonstrasi.

Sementara tentang penetapan harga tes Swab dan tes RT PCR sebesar Rp 900 ribu yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ia menyebutkan, telah mempertimbangkan berbagai macam komponen. Di antaranya jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai atau reagen, komponen biaya administrasi dan beberapa komponen pendukung lainnya.

“Diharapkan dengan pertimbangan standar harga RT PCR tersebut dapat menanggulangi disparitas perbedaan harga di laboratorium secara nasional dan dapat mendorong masyarakat memeriksakan mandiri,” jelasnya.

Adapun tentang penanganan narapidana yang positif Covid-19, Satgas Penanganan Covid-19 menyarankan pihak UPT Pemasyarakatan untuk mengikuti pedoman yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Hukum dan HAM.

Isolasi dilakukan dalam UPT Pemasyarakatan sebagai pelaksana isolasi mandiri, atas pertimbangan ketersediaan fasilitas dan rekomendasi dari Kantor Wilayah Kemenkumham setempat. “Jika terdapat UPT Pemasyarakatan yang tidak mampu melakukan isolasi bagi narapidananya dan tidak ada rumah sakit rujukan terdekat, maka perlu dirujuk ke UPT Pemasyarakatan pelaksana isolasi mandiri terdekat,” ujar Wiku.

Untuk ruang isolasi mandiri berada di blok terpisah dari kompleks utama dan masih berada di dalam wilayah lapas tersebut. Ia mengimbau UPT Pemasyarakatan untuk dapat mengoptimalkan klinik yang sudah ada dalam lembaga pemasyarakatan untuk melakukan cek kesehatan dan screening, baik kepada petugas dan tahanan. Selain itu higienitas juga harus selalu dijaga.

“Pihak UPT Pemasyarakatan diharapkan dapat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari solusi dan mengatasi penularan dalam lapas. Kami berharap lapas tidak muncul menjadi sebuah klaster di kemudian hari,” jelasnya. (MEY)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *