Headline

Jokowi, Dana Riset, dan Kemandirian Bangsa

0

Kerjha ― Tinggi-rendahnya dana riset akan menjadi kunci penting bagi masa depan suatu bangsa. Karena itulah, di era kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendorong kenaikan dana riset untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Hasilnya pun terbilang positif. Kini telah banyak lahir invovasi ilmu pengetahuan dan tektologi karya anak bangsa yang cukup membanggakan.

Apa jadinya Indonesia jika dana riset Indonesia tidak didorong naik Jokowi?

Berdasar data yang dipublikasikan LIPI, rasio anggaran riset dalam APBN Indonesia dari 1969 sampai 2009 menujukkan pola yang terus menurun dan mengalami stagnasi di bawah 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dana riset Indonesia pada 2015, tercatat berkisar Rp 13 triliun atau 0,09 persen dari PDB Indonesia.

Sementara di negara-negara lain dana riset dipatok cukup tinggi jika dibandingkan dengan PDB. Menurut data World Bank 2013 dan UNDP 2016, anggaran riset di negara-negara maju tercatat cukup tinggi. Dana riset di Malaysia mencapai 1,25 persen, Tiongkok 2,0 persen, Singapura 2,20 persen, Jepang 3,60 persen, Korea Selatan 4,0 persen. Sedangkan dana riset di negara-negara OECD seperti Jerman mencapai 2,90 persen, Swedia 3,20 persen, dan Amerika Serikat 2,75 persen.

Kecilnya dana riset di Indonesia akhirnya jadi perhatian pemerintah pada era kepemimpinan Presiden Jokowi. Hasilnya, berdasar data Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan (Kemenristek Dikti) pada 2016, dana riset di Indonesia mengalami kenaikan, yakni menjadi Rp 17 triliun atau setara dengan 0,2 persen per produk domestik bruto (PDB). Artinya, komposisi dana riset Indonesia mulai naik dari semula hanya 0,09 persen dari PDB Indonesia (pada 2015) menjadi 0,2 persen dari PDB Indonesia (pada 2016).

Dalam rapat terbatas membahas strategi pengembangan riset dan inovasi serta penataan Badan Riset dan Inovasi Nasional di Kantor Presiden, Jakarta, pada 11 Desember 2019 lalu, Presiden Jokowi menegaskan akan mendorong peningkatan dana riset agar Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).

Presiden mengatakan salah satu kunci supaya negara dapat melompat menjadi negara maju adalah melakukan investasi di bidang riset dan inovasi. Dengan inovasi dan riset, menurut Jokowi, dapat dilahirkan gagasan-gagasan inovatif yang terkoneksi dengan dunia usaha dan dunia industri yang memberikan manfaat bagi masyarakat serta meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Dalam rapat koordinasi nasional Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi (BRIN) 2020, Presiden Jokowi kembali menyatakan tidak akan ragu untuk terus menaikkan dana riset di Indonesia asal hasilnya tidak bisa diterapkan dalam pembangunan Indonesia.

Berdasarkan catatan Jokowi, pemerintah kini telah mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan riset sebesar Rp 27,1 triliun yang tersebar di beberepa kementerian dan lembaga guna mendorong kemajuan bangsa.

Presiden Joko Widodo berharap, BUMN dan swasta juga ikut membantu pendanaan riset karena selama ini sebagian besar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Di sisi lain, Jokowi juga berharap hasil riset harus tersambung dengan dunia industri. “Sehingga bisa diproduksi secara massal dan dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat dan dunia usaha,” katanya.

Upaya Jokowi dalam mendorong peningkatan dana riset ini setidaknya sudah menunjukkan hasil positif menyusul banyaknya hasil inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan anak bangsa. Contoh inovasi terbaru adalah GeNose C19, alat pendeteksi dini Covid-19 karya mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dijajal Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko belum lama ini.

Selain GeNose, ada beberapa inovasi Iptek yang cukup membanggakan, antara lain produksi kapal selam buatan PT PAL di Surabaya, pesawat tanpa awak (drone), katalis bio energi karya Institut Teknologi Bandung (ITB) teknologi konstruksi kapal dan juga teknologi stemcell, inovasi produksi pesawat terbang N219.

Bahkan GeNose dan pesawat N219 kini sedang diproses untuk produksi massal. Tentu ini merupakan indikator yang sangat postif dalam membangun kemandirian bangsa. (BUD)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *