Headline

Jokowi Minta APBN 2022 Dirancang Responsif, Antisipatif, dan Fleksibel

0

Kerjha ― Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) 2022 dirancang secara responsif, antisipatif dan fleksibel terhadap pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir. Terlebih saat ini muncul varian baru Omicron di sejumlah negara, sehingga pandemi masih menjadi ancaman bagi dunia.

Untuk itu, Jokowi meminta antisipasi dan mitigasi dilakukan sedini mungkin agar tidak mengganggu kesinambungan program reformasi struktural dan pemulihan ekonomi nasional yang tengah dilakukan.

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan arahan pada acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/11).

“Menghadapi ketidakpastian pada 2022 kita harus merancang APBN yang responsif, antisipatif, juga fleksibel. Selalu berinovasi dan mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dengan tetap menjaga tata kelola yang baik,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, APBN 2022 memiliki peran sentral. Sebagai pemegang presidensi G20, Indonesia harus menunjukkan kemampuan dalam menghadapi perubahan iklim, terutama dalam pengurangan emisi dan gerakan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan.

“Kita harus menunjukkan aksi nyata, komitmen pada green dan sustainable economy,” imbuhnya.

Selain itu, APBN 2022 juga harus mendorong kebangkitan ekonomi nasional dan mendukung reformasi struktural. Ia menekankan, pemerintah akan fokus pada enam kebijakan utama, yaitu pertama melanjutkan pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat kurang mampu dan rentan.

Ketiga, peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi. Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah. Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting agar belanja lebih efisien.

“Sekali lagi di 2022, kita harus tetap mempersiapkan diri menghadapi risiko pandemi Covid yang masih membayangi dunia dan negara kita Indonesia. Ketidakpastian bidang kesehatan dan perekonomian harus menjadi basis kita dalam membuat perencanaan dan melaksanakan program,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangannya selepas acara menjelaskan bahwa aktivitas konsumsi dan produksi masyarakat yang telah meningkat akan terus menjadi bekal untuk masuk ke tahun 2022 yang lebih kuat lagi dari sisi pemulihan ekonomi.

“Consumer Confidence Index kita sudah mulai pulih bahkan mendekati sebelum terjadinya Covid. PMI (Purchasing Managers Index) kita juga mengalami kenaikan dengan adanya kemampuan mengelola varian Delta. Demikian juga dengan pertumbuhan indikator lain yang cukup kuat seperti ekspor, impor, dan konsumsi listrik,” jelas Sri Mulyani.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan APBN 2022 disusun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 3 persen, nilai tukar Rp 14.350 per dolar Amerika, suku bunga surat berharga negara 10 tahun di 6,8 persen, harga minyak 63 dollar per barrel, lifting minyak 703.000 barrel per hari, dan lifting gas 1.000.036 barrel per hari.

Untuk sasaran-sasaran yang akan dicapai pada 2022, yaitu tingkat pengangguran tahun depan diharapkan akan menurun pada level 5,5 hingga 6,3 persen. Tingkat kemiskinan diharapkan juga akan bisa turun di bawah 9 persen lagi, yaitu antara 8,5 hingga 9 persen. Gini ratio akan membaik di 0,376 hingga 0,378. Indeks pembangunan manusia akan terus meningkat di 73,41 hingga 73,46. Nilai tukar petani akan dijaga di atas 100 yaitu 103 hingga 105, dan nilai tukar nelayan di 104 tinggal 106.

“Untuk tahun depan pendapatan negara sesuai dengan undang-undang adalah sebesar Rp 1.846,1 triliun, terdiri atas perpajakan Rp 1.510 triliun, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) Rp 335 triliun, dan hibah Rp 0,6 triliun. Belanja negara tahun depan mencapai Rp 2.714,2 triliun, di mana belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.944,5 triliun dan TKDD Rp 769,6 triliun. Tahun depan kita masih mengalami defisit sebesar 4,85 persen dari PDB atau Rp 868 triliun,” paparnya. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *