Headline

Kisah Kampung Nelayan Berdasi Binaan Pertamina

0

Kerjha ― Kegigihan para nelayan yang berhimpun dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Patra Bahari Mandiri, Balikpapan, ini sungguh patut diteladani. Selain berhasil mengembangkan budidaya kepiting yang dijalankan dengan konsep zero waste atau bebas sampah, para nelayan di kampung ini juga mampu mengembangkan potensi kampungnya hingga dinobatkan sebagai Kampung Tangguh Nasional―kampung atau usaha yang dapat survive di masa pandemi Covid-19.

Dari sisi penghasilan, kelompok nelayan binaan Pertamina Marketing Operation Region VI Integrated Terminal Balikpapan tersebut kini mampu menjala omzet hingga puluhan juta.

Berlokasi di Desa Solok Oseng, Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat, kini kampung yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility (CSR) Pertamina sejak 2018 tersebut, dikenal dengan sebutan Kampung Nelayan Berdasi. Selain karena tempatnya yang semakin nyaman dikunjungi, pemasaran hasil budidaya kelompok ini pun kian berkembang.

Kisah suksesnya kelompok nelayan ini tak terlepas dari kegigihan para nelayan pesisir yang ingin bergerak mengubah nasibnya. Beberapa nelayan di kampung itu berikhtiar mencari cara agar bisa mendapatkan hasil lebih dari tangkapannya sehari-hari. Apalagi menjadi nelayan tidak memiliki pendapatan yang pasti.

Melihat kegigihan dan potensi yang ada, pada 2018 lalu, Pertamina pun mulai menjajaki program di sana. “Kami melihat ada kemauan kuat dari masyarakat setempat dan lokasi yang cukup strategis untuk dikembangkan, bukan hanya pembudidayaan namun juga sebagai lokasi wisata edukasi,” kata Roberth M.V. Dumatubun, Region Manager Communication, Relation & CSR Kalimantan.

Sukses mengembangkan usahanya, para nelayan kini memiliki sekitar 300 crab box untuk pembudidayaan kepiting soka atau kepiting cangkang lunak. Syarat kepiting bakau yang dapat dibudidayakan sebagai kepiting soka, yakni memiliki berat sekitar 25 gram.

Dengan adanya fasilitas tersebut, nelayan yang awalnya menjual hasil tangkapan kepada pengepul dengan harga Rp 25-40 ribu per kg, kini mereka dapat menjualnya dengan kisaran Rp 75-80 ribu per kg. Sedangkan, untuk kepiting soka dapat dihargai Rp 100 ribu per kg. Hal ini disebabkan kualitas kepiting dan packaging yang dapat bersaing di pasaran.

Diungkapkan Roberth, pada 2018, Pertamina bersama Universitas Hasanuddin melakukan inovasi penggunaan ekstrak herbal (bayam) untuk merangsang proses percepatan pelepasan kulit dan pergantian cangkang keras (molting). “Molting dengan ekstrak bayam lebih cepat 14 hari dari molting secara alami,” ungkapnya.

Selain itu, Pertamina juga bekerjasama dengan Institut Teknologi Kalimantan (ITK) melakukan inovasi memanfaatkan limbah cangkang kepiting soka untuk dibuat menjadi inovasi kaldu kepiting. ITK melakukan pendampingan bersama Pertamina, mulai dari penyediaan alat, pelatihan, packaging, dan bantuan pemasarkan produk.

Inovasi kaldu bubuk tersebut kini dikenal dengan nama Braco. Produk ini telah memiliki nomor PIRT dan dipasarkan melalui online market. Sementara, ampas atau sisa dari pembuatan Braco ini juga masih bisa dimanfaatkan menjadi pelet atau makanan ikan pada tambak, yang pembuatannya juga dibantu oleh Pertamina seluas 2 hektare.

Hasil budidaya kepiting bakau dewasa dan kepiting soka KUB Patra Bahari Mandiri dipasok ke restoran dan kafe ternama di Kota Balikpapan. Bahkan tak sedikit orang yang datang ke Kampung Nelayan Berdasi untuk membeli kepiting secara langsung.

Di masa pandemi Covid-19, kampung ini turut terkena dampak, sehingga sementara tidak membudidayakan kepiting soka. Terlebih permintaan dari restoran juga ikut menurun.

Namun para nelayan tak kehilangan akal. Mereka berupaya agar desa tetap ramai dikunjungi wisatawan lokal untuk memancing. Maka tak heran jika kampung ini dinobatkan sebagai Kampung Tangguh Nasional. Ini, ya itu tadi, kampung atau usaha yang mampu survive selama pandemi Covid-19.

Untuk memajukan pengelolaan kampung, Pertamina bersama mitra juga turut melakukan pendampingan dan pelatihan dari sisi manajemen usaha.

Ketua Kelompok Usaha Patra Bahari Mandiri Rustam mengatakan, sesuai dengan branding yang dibuat yaitu Kampung Nelayan Berdasi, para pengunjung yang datang akan diberikan dasi sebagai ciri khas dan tiket masuk kawasan.

“Nelayan di Desa Solok Oseng merasa memiliki kecerdasan dan kesempatan yang sama seperti para pengusaha besar. Kami berharap, ke depannya profesi nelayan dapat diperhitungkan,” kata Rustam. (NUR)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *