Kerjha — Calon presiden Ganjar Pranowo berkomitmen untuk terus memperkuat kesehatan masyakarat. Hal ini secara gamblang bisa ditilik saat ia memimpin Jawa Tengah. Tak hanya mengerek anggaran untuk meningkatan pelayanan kesehatan, Ganjar juga gencar meluncurkan sejumlah program kesehatan yang menyasar langsung masyarakat.
Dikutip dari data Biro Administrasi Pembangunan Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah, dari 2013 hingga 2022, Ganjar telah membangun 51 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan 71 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Selama sembilan tahun, Ganjar menggelontorkan anggaran Rp 988 miliar yang disalurkan melalui skema bantuan keuangan (bankeu) kabupaten/kota dengan rincian Rp 331,75 miliar untuk membangun 54 RSUD, Rp 161 miliar untuk pembangunan 71 Puskesmas, dan Rp 581,24 miliar untuk pengadaan alat kesehatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, pada 2022, terdapat 57 RSUD di Jawa Tengah yang tersebar di 35 kabupaten/kota dengan kapasitas total 14.770 tempat tidur. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Tengah, jumlah Puskesmas di provinsi tersebut mencapai 880 unit hingga akhir 2022 lalu. Jumlah itu terdiri dari Puskesmas rawat inap 373 unit, dan Puskesmas rawat jalan 507 unit. Sedangkan, Puskesmas yang telah terakreditasi mencapai 874 unit.
Menurut Ganjar, masyarakat berhak menerima pelayanan kesehatan dari pemerintah. Melalui komitmen inilah kesejahteraan dan kesetaraan seluruh masyarakat, diwujudkan.
“Maka harus ada layanan yang bagus, servis yang oke, sumber daya manusia yang juga bagus,” terang Ganjar.
Secara simultan, Ganjar mengiringi peningkatan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat itu dengan program kesehatan yang gampang diterima. Bahkan, penamaannya pun dibuat secara unik.
Program mencegah perkawinan anak secara dini, misalnya, dinamai Jo Kawin Bocah. Via gerakan ini, Ganjar mencanangkan Jawa Tengah menjadi provinsi layak anak.
Tak sekadar mencegah pernikahan dini dan mendorong agar warganya menikah pada usia matang, Ganjar juga menginginkan hak anak dalam kelompok rentan bisa terpenuhi.
Alhasil, melalui langkah ini, angka perkawinan anak bisa ditekan. Angka dispensasi perkawinan anak di Jawa Tengah yang dilansir Pengadilan Tinggi Agama menurun dari 14.072 anak pada 2021 menjadi 11.392 pada 2022.
Program unik lain yang digagas Ganjar adalah Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng).
Dimulai pada 2016, program ini mampu menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Selain itu, angka stunting juga jauh berkurang.
Berdasarkan sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), tercatat tingkat stunting Jawa Tengah pada 2018 sebesar 24,4 persen. Angka itu kemudian turun menjadi 18,3 persen pada 2019, dan turun lagi pada 2020 menjadi 14,5 persen. Selanjutnya angka stunting di Jawa Tengah pada 2021 kembali turun menjadi 12,8 persen, dan terakhir pada 2022 melorot di angka 11,9 persen. Sedangkan Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, prevalensi stunting Jawa Tengah masih di angka 27,68 persen. Pada 2021 angka itu turun menjadi 20,9 persen.
Adapun angka kematian ibu berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, sepanjang 2022, angka kematian ibu 84,6 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut menurun dibandingkan 2021 yang tercatat 199 per 100.000 kelahiran hidup.
Atas keberhasilan itu, Ganjar pun mendapat penghargaan kehormatan Satyalencana Wira Karya pada 6 Juli 2023 dari Presiden Joko Widodo.
Selama memimpin Jawa Tengah, Ganjar dianugerahi penghargaan atas komitmennya terhadap program kependudukan dan keluarga berencana, khususnya penanganan stunting.
Selain itu, Ganjar juga menghadirkan program Rumah Sakit Tanpa Dinding. Melalui program ini seluruh lapisan masyarakat di Jawa Tengah bisa mengakses layanan kesehatan. Dalam program ini tenaga medis juga didorong untuk melakukan upaya jemput bola kepada pasien. Tujuannya agar mata rantai penyakit yang sifatnya menular maupun degeneratif, bisa dicegah secara efektif.
Melalui program Mangan Mendoane Rini, Jawa Tengah juga berhasil mengembangkan sistem pengelolaan ketersediaan farmasi obat atau alat habis pakai yang terintegrasi dengan rekam medik elektronik. Lewat inovasi ini, praktik kolusi pengadaan obat dapat dicegah.
Sistem ini dibikin lantaran terdapat praktik inefisiensi pengadaan obat. Dengan sistem ini, ketersediaan obat dan alat habis pakai bisa dipantau secara real time.
Hasilnya, praktik kolusi antara oknum internal rumah sakit dan pemasok obat dapat dicegah, sehingga manajemen rumah sakit bisa mengalihkan anggaran untuk pelayanan kepada pasien. (*)
Comments