Headline

Mama Yane Menjala Cuan dari Limbah Tempurung Kelapa

0

Kerjha ― Dari tangan-tangan terampil anggota kelompok usaha Kobek Millenial Papua, limbah tempurung kelapa bisa menjelma menjadi kerajinan seni bernilai tinggi. Batok kelapa yang biasanya tak terpakai lagi itu mampu dikreasikan menjadi lampu hias, peralatan makan dan minum, pernak-pernik hiasan rumah tangga, jepit rambut dan anting-anting, hingga menghasilkan cuan yang lumayan besar.

Diinisiasi oleh Pertamina Marketing Operation Region VIII sejak 2019, kelompok yang beranggotakan warga di sekitar Fuel Terminal Jayapura, ini memang kreatif dan produktif.

Unit Manager Communication, Relations & CSR MOR VIII Edi Mangun mengungkapkan, melalui program corporate social responsibility (CSR), Pertamina berusaha memunculkan potensi dan kreativitas masyarakat asli Papua dalam membuat kerajinan.

“Dengan basis kreativitas dalam budaya kerajinan noken yang telah mendarahdaging, kami juga ingin mengembangkan jiwa kreativitas masyarakat asli Papua untuk berkreasi memanfaatkan daur ulang limbah tempurung kelapa yang mempunyai nilai jual tinggi,” ungkap Edi.

Dari hasil pemetaan sosial di sekitar wilayah operasi Fuel Terminal Jayapura, Pertamina menemukan sosok inspiratif, warga asli Papua, Yane Maria Nari (55). Dari mama asli Papua yang telah lebih 20 tahun menekuni kerajinan daur ulang sampah dari limbah kertas dan plastik, Pertamina mengembangkan pemberdayaan warga sekitar untuk membuat produk seni bernilai tinggi.

Kagum dengan potensi sekaligus konsistensi Mama Yane dalam membuat kerajinan daur ulang sampah, pada Mei 2019, Pertamima pun mengirimnya ke Yogyakarta untuk “magang” dan belajar bersama para pengrajin tempurung kelapa di sana.

Dari hasil belajar tersebut, Mama Yane dan anggota kelompok Kobek Millenial Papua akhirnya menjadi piawai menghasilkan sejumlah kerajinan dari batok kelapa tadi.

Menurut Mama Yane, selama seminggu ia mempelajari seluk beluk kerajinan tempurung kelapa di Kota Gudeg. “Setelah itu saya pulang dan hingga sekarang masih menggeluti kerajinan ini,” ungkap mama Yane.

Tak cuma itu. Pertamina juga membantu kelompok Kobek Millenial Papua yang diketuai Mama Yane dengan membuatkan rumah produksi yang dilengkapi dengan lima unit mesin untuk membuat kerajinan tempurung kelapa. Nama Kobek Millenial Papua, sengaja diusulkan Mama Yane sebagai nama kelompoknya. “Kobek, dalam bahasa Biak, artinya kelapa. Sementara Millenial Papua, berarti era milenial saat ini kita harus lebih semangat dalam hal apapun,” tuturnya.

Dalam kelompok ini, Mama Yane dibantu oleh lima orang yang terdiri dari sanak keluarganya untuk memproduksi kerajinan, sekaligus menjual hasilnya. Harga produk yang dipatok untuk setiap hasil kerajinannya, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 2 jutaan.

Penjualan kerajinan tempurung kelapa ini juga banyak dipetik Mama Yane dan kawan-kawan melalui Facebook “Kobek Millenial Papua”, yang pembuatan akunnya juga dibantu oleh Pertamina. Selain itu, Mama Yane juga menjual hasil kerajinannya di pinggir perempatan jalan Kelurahan Imbi, Kota Jayapura.

Mama Yane menceritakan, pembuatan kerajinan dari tempurung kelapa selain tidak membutuhkan modal besar, juga relatif mudah dan ramah lingkungan. Selama ini, limbah tempurung kelapa didapatkan dari penjual kelapa di Koya, salah satu sentra pertanian dan perkebunan di Kota Jayapura.

Bahan baku tempurung kelapa dibeli dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per buah. Dari bahan baku limbah inilah, lalu diolah menjadi beberapa produk.

Asal tahu saja, alat makan dan minum yang dihasilkan dari tempurung, dibanderol harga mulai Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu per set. Sementara lampu hias dari tempurung kelapa dilego Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, tergantung besar dan kecilnya lampu hias. Pembuatan satu buah lampu hias ini bisa memakan waktu hingga dua hari.

Yang patut diapresiasi, kelompok Kobek Millenial Papua juga mendapatkan pemesanan cinderamata untuk ajang PON XX di Papua, yang rencananya akan digelar pada 2021 mendatang. “Pelan-pelan pesanan ini kami kerjakan, agar para tamu bisa membawa cinderamata hasil karya asli Papua,” kata Mama Yane.

Pertamina, ungkap Edi, mengapresiasi hasil kerja keras kelompok ini. “Selama dua tahun kami dampingi, Mama Yane dan kelompoknya kami kategorikan sebagai kelompok yang berhasil dalam bertahan dan terus maju dalam menghadapi berbagai kondisi bisnis. Kelompok ini pun terus berinovasi dan melakukan peningkatan produk yang baru ada dan satu-satunya di Jayapura ini,” ungkap Edi.

Edi juga bilang, Pertamina akan terus berkomitmen untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di sekitar wilayah operasi melalui program-program pemberdayaan―selain tentu saja menjalankan tugas pokoknya mendistribusikan energi hingga ke pelosok negeri. (PUT/Foto: Pertamina)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *