Headline

Menilik Multiplier Effect Digitalisasi Penyiaran Indonesia

0

Kerjha ― Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan DPR RI, Senin (5/10) lalu, menjadikan Indonesia memiliki dasar hukum atas migrasi penyiaran teve analog ke digital, serta kepastian tenggat waktu analog switch off (ASO).

Menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Henri Subiakto, melalui langkah ini, Indonesia juga akan bisa mengejar ketertinggalan dari negara lain dalam pemanfaatan digital dividend spektrum frekuensi radio di pita 700 MHz.

“Frekuensi ini nantinya dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, penanganan kebencanaan, juga kepentingan digitalisasi nasional,” kata Henri dalam diskusi daring bertajuk “Dampak Undang-Undang Cipta Kerja Bagi Dunia Digital” yang digelar Rabu (14/10) malam.

Untuk diketahui, digital dividend bermanfaat bagi perkembangan teknologi wireless di dunia, termasuk di Indonesia. Spektrum ini tersedia sebagai hasil peninggalan frekuensi yang sebelumnya diduduki oleh sinyal teve analog, setelah bermigrasi ke penyiaran digital secara penuh.

Diterangkan Henri, pita frekuensi 700 MHz ini merupakan pita frekuensi “emas” yang sangat berguna bagi peningkatan layanan akses internet broadband.

“Dengan digitalisasi teve untuk penyiaran, maka dari 328 MHz yang digunakan untuk penyiaran teve analog akan dihasilkan efisiensi spektrum digital dividend sebesar 112 MHz,” terang Henri.

Bahkan, menurut hasil kajian Boston Consulting Group untuk Kementerian Kominfo pada 2017, hasil efisiensi yang digunakan kembali untuk internet
broadband akan mampu menghasilkan multiplier effect untuk ekonomi digital Indonesia.

Berdasarkan kajian tersebut, dalam kurun waktu 2020-2026 pemanfaatan tersebut akan menghasilkan 181 ribu penambahan kegiatan usaha baru, 232 ribu penambahan lapangan pekerjaan baru, menghasilkan USD 5,5 miliar atau Rp 77 triliun peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan PNBP, serta USD 31,7 milliar atau Rp 443,8 triliun peningkatan kontribusi pada PDB nasional.

Sementara menurut GSMA Intelligence, Henri menyebutkan, perkiraan pengalokasian pita frekuensi 700 MHz untuk mobile broadband akan memberikan manfaat ekonomi sebesar USD 11 miliar atau Rp 161 triliun bagi Indonesia selama periode 2020-2030. Nilai ini setara dengan Pendatapan Domestik Bruto (PDB) sebesar 1 persen. “Jika migrasi terus ditunda maka akan berdampak pada hilangnya peluang ekonomi digital,” ungkapnya.

Sedangkan bila menilik negeri tetangga, Singapura telah menghentikan siaran teve analog sejak Desember 2018 dan Malaysia pada Oktober 2019. Kini negara-negara tersebut bersiap menyambut pemanfaatan Internet broadband 5G yang super ngebut.

Henri pun meyakinkan, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja akan membawa dampak positif pada sektor pos, telekomunikasi serta penyiaran Indonesia. Selain menghindarkan dari kiamat Internet dan kemacetan digital, Indonesia pun akan benar-benar merdeka dari blank spot. (MEY/Foto: Telkomsel)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *