Headline

Mereka Berjuang Menghidupkan Sinyal di Pedalaman

0

Kerjha — Telkomsel terus memperluas jangkauan layanannya hingga ke sekujur negeri. Kawasan-kawasan yang sebelumnya mengalami blank spot jaringan telekomunikasi, terus disasar agar bisa mendapatkan sinyal.

Mengusung semangat “Terus Bergerak Maju”, anak usaha Telkom Indonesia itu memang berkomitmen untuk terus membuka akses telekomunikasi bagi masyarakat di kawasan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) Indonesia.

Dengan kualitas layanan komunikasi yang setara dengan kota besar, Telkomsel berpandangan akan turut mendukung percepatan, pertumbuhan, sekaligus menjadi katalisator dalam mempromosikan potensi daerah, serta membawa manfaat bagi daya tarik investasi, peluang usaha, bahkan membuka lapangan kerja baru.

Namun jika ditelisik, sejatinya upaya Telkomsel menghadirkan jaringan di daerah terpencil tidaklah gampang. Para pekerja yang berjuang di garis depan, acap kali menghadapi tantangan yang tak ringan.

Akses nan sulit, kendala bahasa di daerah, juga dukungan infrastruktur yang minim, kerap kali mereka hadapi. Jika bertugas di wilayah konflik, nyawa pun bisa jadi taruhan.

Namun, semua tantangan itu tak membuat para pekerja Telkomsel di lapangan jadi ciut nyali dan patah semangat.

Tak percaya? Mari kita tengok kisah Moch Azizil Hamid, yang bertugas di Atambua, Nusa Tenggara Timur. Di sana, selain bertugas mengedukasi masyarakat akan pentingnya sarana telekomunikasi, Hamid yang lahir di Sidoarjo, Jawa Timur itu juga harus mempertahankan para pelanggan Telkomsel di kawasan perbatasan Republik Demokratik Timor Leste tersebut.

Tak jarang, ketika bertemu pelanggan di wilayah tertentu, Hamid harus menempuh waktu hingga empat jam menuju ke sana.
Dengan segala keterbatasan yang ada, dia harus bisa mengatasi berbagai macam kendala yang dihadapinya.

Agar hasil kerjanya maksimal, Hamid pun harus bisa berbaur dan mengenal banyak orang. “Semakin banyak kenalan, akan semakin nyaman saat berada di lokasi tugas,” tuturnya.

Biar tak penat, Hamid juga membiasakan menikmati dinginnya perbukitan Fulan Fehan, deru ombak Pantai Tanjung Bastian, hingga menikmati sedapnya cakalang bakar di Wini.

Di daerah terpencil, ia dituntut bisa berpikir kreatif. Hamid, misalnya, membuat tutorial program yang diberi nama #kelasmalam alias Kami Ulas Supaya Kaka Paham, untuk mengedukasi para sales force (SF) dan outlet, terkait produk atau program-program baru Telkomsel.

Hamid menyebutkan, tak jarang bersama karyawan lain, mereka saling berbagi pengalaman agar bisa bekerja optimal di area penugasan.

Lain lagi kisah Umar Hasan, staf Radio, Transport and Power Operation (RTPO) di Merauke, Papua. Bertugas di wilayah yang kadang meletup konflik, sungguh tak mudah.

Kendala akses di pedalaman, harus menempuh perjalanan nan jauh, kesulitan dalam berkomunikasi, hingga pemadaman listrik, kerap ia alami.

Pernah suatu ketika, dalam perjalanan ke Oksibil di Kabupatan Pegunungan Bintang, ia bertemu sejumlah orang berseragam membawa senjata, namun tidak tampak seperti aparat keamanan.

“Kami didatangi saat menjelang malam, dan diingatkan untuk tidak beraktivitas. Beruntung hari itu aman,” kenangnya.

Pengalaman pulang ke Merauke dari Oksibil juga tak kalah menegangkan. Ia mengenang, Desember 2018, banyak warga yang harus pulang ke kampung halamannya dari Oksibil untuk merayakan Natal bersama keluarga.

Untuk bisa keluar dari sana, tentu harus menunggu pesawat yang datang. Sementara di kala Natal menjelang, banyak pesawat yang telah dipenuhi penumpang.

Ketika sedang menanti itulah, Umar mendapatkan info akan ada pesawat perintis yang memuat barang ke Tanah Merah, Bovendigoel. Dalam waktu 30 menit, pesawat tersebut akan terbang.

Ia berpikir, mungkin ini akan menjadi satu-satunya pesawat yang bisa ditumpanginya untuk keluar dari Oksibil. Rupanya, pesawat itu tanpa kursi, juga tanpa sabuk pengaman.

Umar bersyukur, penerbangan selama 30 menit melalui gunung di Kabupaten Pegunungan Bintang, hingga sampai di Tanah Merah, berjalan lancar.

Asal tahu saja, Oksibil berada di ketinggian 1.800 mdpl. Kawasan ini dijuluki negeri di dalam awan. Julukan tersebut sesuai dengan bentang alam Oksibil yang menyerupai lembah. Lantaran dikelilingi pegunungan-pegunungan tinggi, Oksibil pun selalu ditutupi kabut setiap pagi.

Tugas Umar memang tak mudah. Namun, ia merasa senang jika hasil kerjanya bersama kawan-kawan membawa manfaat bagi masyarakat Papua.

Saat bertugas menghidupkan sinyal 4G di Yahukimo, misalnya, ia teringat wajah-wajah penuh senyum yang ditemuinya. Mereka, antara lain para guru sekolah dasar, juga warga sekitar.

Sebagai pejuang sinyal, Umar menegaskan, susah senang akan diterima dan jadikannya sebagai pengalaman berharga.

“Semoga semua yang diperjuangkan karyawan Telkomsel di ujung timur Indonesia menjadi energi positif yang bisa terus kami bawa dan tularkan,” ucapnya.

Berkat para pekerja Telkomsel, daerah terpencil seperti di Desa Taratak Bancah, Sumatera Barat, yang juga dikelilingi bukit, kini mampu menikmati layanan telekomunikasi.

Layanan yang sama juga telah dinikmati di Desa Wokoklibang, yang terletak di bagian barat Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggata Timur. Untuk menuju ke desa yang dikelilingi hutan kemiri itu, harus dijangkau menggunakan kapal laut dan menempuh tiga jam perjalanan darat.

Dengan perjuangan yang gigih, warga masyarakat di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan Indonesia kini mampu menikmati akses telekomunikasi nan andal.

Sudah saatnya kisah pencarian sinyal di kampung-kampung sambil memanjat pohon, diakhiri. Anak-anak sekolah juga harus merdeka menjangkau akses Internet untuk belajar dan membuka jendela dunia.

Kepada mereka yang telah berjuang menghadirkan akses sinyal di pelosok negeri, sudah sepatutnya kita berterima kasih. (PAU)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *