Headline

Pengamat Nilai Kenaikan Harga Pertamax Sudah Tepat

0

Kerjha ― Langkah pemerintah dan PT Pertamina (Persero) yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dan tidak menaikkan harga Pertalite, dinilai tepat oleh pengamat. Dampak kebijakan tersebut diperkirakan minim lantaran konsumen Pertamax adalah kalangan menengah atas.

Seperti diberitakan sebelumnya, per 1 April 2022 harga Pertamax resmi naik dari semula Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter untuk wilayah Jawa, Sumatera, serta Bali dan Nusa Tenggara.

Sementara, untuk wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur harga Pertamax naik menjadi Rp 12.750 per liter. Kenaikan harga BBM yang disampaikan oleh Pertamina itu berlaku mulai Jumat (1/4) pukul 00.00, sebagai respons atas terus meningkatnya harga minyak dunia di atas level USD 200 per barel.

Kendati mengalami kenaikan, harga BBM yang memiliki kadar oktan (RON) 92 itu masih di bawah harga penyedia BBM lain yang beroperasi di Indonesia. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), angka tersebut juga masih jauh di bawah harga keekonomian yang pada April ini diperkirakan berada pada kisaran Rp 16.000 per liter.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebutkan, keputusan menaikkan harga Pertamax lebih kepada pertimbangan agar tidak berdampak terlalu besar terhadap masyarakat, khususnya kalangan bawah.

“Bagi sekelompok konsumen, kenaikan harga Pertamax bisa mendorong peralihan (shifting) ke Pertalite. Tapi kelompok masyarakat yang benar-benar mampu tidak akan beralih. Mereka lebih sayang dengan mobil mewah mereka,” kata Piter Abdullah dikutip dari Antara, Jumat (1/4).

Sementara, untuk mengantisipasi terjadinya shifting, lanjut Piter, hanya ada satu yang perlu disiapkan yakni memastikan pasokan Pertalite mencukupi. Diungkapkannya pula, peralihan konsumsi tidak perlu dilawan karena nanti pada waktunya konsumen juga akan kembali lagi ke Pertamax. “Jadikan orang miskin naik kelas ke orang kaya,” katanya.

Kenaikan harga Pertamax first round ini juga hampir tidak ada dampaknya ke inflasi, karena Pertamax bukan masuk kantong perhitungan inflasi. Akan tetapi second round effectnya tetap ada. Kenaikan harga Pertamax bisa saja mempengaruhi kenaikan harga barang-barang lain walaupun diperkirakan tidak besar.

Sedangkan pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengatakan, penetapan harga Pertamax memang sedah semestinya ditentukan oleh mekanisme pasar. Karena itu, harga yang ideal adalah sesuai dengan harga keekonomian. Saat ini harga Pertamax harus dinaikkan mengingat harga minyak dunia terus mengalami kenaikan. Jika tidak dinaikkan maka beban Pertamina semakin berat. “Penaikkan harga Pertamax Rp 12.500 pada 1 April, sudah tepat,” ujarnya.

Diakui, kenaikan harga Pertamax memang memicu inflasi, tetapi kontribusinya kecil. Pasalnya, proporsi konsumen hanya sekitar 14 persen. Selain itu, konsumen Pertamax adalah golongan menengah atas yang menggunakan mobil mahal.

“Mereka juga tidak akan migrasi ke Pertalite yang harganya lebih murah karena tidak proper dengan mesin mobil yang rata-rata bagus,” katanya.

Fahmy juga mengapresiasi sikap pemerintah dan Pertamina yang tidak menaikkan harga Pertalite yang proporsi konsumennya mencapai 76 persen. Ia mengatakan, jika harga Pertalite dinaikkan, maka akan menyulut inflasi dan menurunkan daya beli rakyat. “Penetapan Pertalite sebagai BBM penugasan juga sangat tepat agar pemerintah dapat memberikan subsidi pada saat tidak menaikkan harga Pertalite,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam siaran persnya, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga (PPN) menyatakan akan terus berkomitmen menjaga penyediaan dan penyaluran BBM kepada seluruh masyarakat hingga ke pelosok negeri. Terkait kenaikan harga BBM jenis Pertamax, Pertamina menyatakan penyesuaian harga tersebut tidak terelakkan. Kendati begitu Pertamina tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Karena itu, penyesuaian harga pun dilakukan secara selektif, hanya berlaku untuk BBM nonsubsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17 persen, terdiri atas 14 persen merupakan jumlah konsumsi Pertamax dan 3 persen jumlah konsumsi Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Sedangkan BBM subsidi seperti Pertalite dan solar subsidi yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83 persen, tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp 7.650 per liter. Hal ini menjadi langkah pilihan pemerintah bersama Pertamina dalam menyediakan bahan bakar dengan harga terjangkau.

“Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Ini pun baru dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sejak 2019,” ucap Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting.

Dengan harga baru Pertamax, Pertamina berharap masyarakat tetap memilih BBM nonsubsidi yang lebih berkualitas. Apalagi harga baru masih terjangkau, khususnya untuk masyarakat mampu. “Kami juga mengajak masyarakat lebih hemat dengan menggunakan BBM sesuai kebutuhan,” tutur Irto. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *