Headline

Tak Ada Kutipan Pajak Sembako di Pasar Rakyat

0

Kerjha ― Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahan pokok atau sembako yang dijual di pasar-pasar rakyat sama sekali tak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Terlebih kebutuhan itu sangat diperlukan oleh masyarakat umum.

Ditegaskan Sri Mulyani, pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan asas keadilan. Ia mencontohkan beras produksi petani seperti Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dan lain-lain, yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN).

“Namun beras premium impor seperti beras Basmati, beras Shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak,” kata Sri Mulyani, Senin (14/6).

Selain itu, daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. Disebutkannya, inilah yang dimaksud asas keadilan dalam perpajakan. Yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi.

Penjelasan senada juga disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor. Dia bilang, barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar rakyat sama sekali tidak akan dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako tersebut sifatnya premium. “Barang-barang kebutuhan pokok yang dikenakan PPN adalah kebutuhan pokok premium,” katanya.

Diterangkannya, perubahan pengaturan PPN perlu dilakukan karena sistem yang berlaku saat ini dipandang kurang memadai untuk memenuhi rasa keadilan. PPN, disebutnya, mengalami distorsi, terlalu banyak pengecualian, dan fasilitas yang tidak efektif, sehingga menyulitkan peningkatan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara.

Konsep perubahan yakni pengurangan berbagai fasilitas PPN, baik dalam bentuk pembebasan PPN maupun dalam bentuk perlakuan sebagai Non-BKP (bukan Barang Kena Pajak) atau Non-JKP (bukan Jasa Kena Pajak) dilakukan untuk mengurangi distorsi. Selain itu, penerapan multitarif dapat memberikan ruang untuk mengenakan tarif PPN lebih rendah dari tarif umum. Contohnya, barang-barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, serta tarif PPN lebih tinggi dari tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah.

Lebih lanjut, jasa pendidikan yang akan dikenakan PPN adalah yang bersifat komersial dalam batasan tertentu. Sementara, jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dan dinikmati oleh masyarakat banyak pada umumnya, misalnya sekolah dasar negeri, tidak akan dikenakan PPN.

“Kebijakan ini nantinya diharapkan dapat menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus juga kepada golongan menengah bawah yang saat ini mungkin lebih merasakan bagaimana situasi dan kondisi akibat pandemi Covid 19,” ujar Neilmaldrin.

APBN memiliki peran sentral dalam membantu kelompok tidak mampu, UMKM, dan menolong dunia usaha agar bisa bangkit dan pulih dari pandemi. Reformasi sistem perpajakan yang dilakukan pemerintah ini diharapkan mampu membangun kemandirian, kesinambungan fiskal, dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia pasca pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid- 19. (PUT/Foto: IG Kemendag)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *