Headline

MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres

0

Kerjha ― Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengetok palu menolak seluruh gugatan sengketa pilpres 2024, yang diajukan pemohon paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo- Mahfud Md pada sidang yang berlangsung Senin (22/4).

Rudi S Kamri, konten creator yang juga CEO dan pendiri kanal YouTube Kanal Anak Bangsa TV mengatakan, meskipun ada tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion tetap saja putusan resmi dari MK adalah menolak seluruh permohonan.

Adapun, tiga hakim MK yang mengajukan dissenting opinion adalah Arief Hidayat, Saldi Isra dan Eny Nurbaningsih.

“Ini fakta dan realita, kenyataan yang sangat menyedihkan. Kita berharap MK bisa mengembalikan marwah demokrasi dan semangat reformasi yang sempat hancur saat penyelenggaraan pilpres 2024. Namun dalam kenyataan itu tidak terjadi,” ujarnya.

Hakim MK, terutama Ketua MK Suhartoyo, menurut Rudi, tidak berani membuat keputusan yang progresif dan bertanggung jawab untuk memunculkan kembali semangat demokrasi yang diharapkan rakyat Indonesia.

Dilihat dari putusan MK yang dibacakan oleh delapan hakim MK, hampir seluruh dalil paslon 01 dan 03 ditolak oleh hakim. Hakim tidak mau menggali lebih dalam tentang keterlibatan, cawe-cawe dan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama saat putusan MK Nomor 90/2023 yang memuluskan jalan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres.

“Semua ditanggapi secara normatif oleh hakim MK,” katanya.

Meski demikian, ada catatan MK terhadap DPR untuk tidak lepas tangan menyikapi berbagai temuan masalah dalam pemilihan umum (pemilu).

Hal ini disampaikan Saldi Isra saat pembacaan berkas putusan pemohon pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

“Lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan,” kata Saldi dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta.

DPR sejak awal mestinya menjalankan fungsi konstitusional yakni melakukan pengawasan dan memastikan pemilu berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Selain itu, lembaga yang telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan pemilu, seperti Bawaslu harus melaksanakan kewenangannya secara optimal untuk memastikan agar pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas dapat dihasilkan.

“Penegasan demikian diperlukan karena Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, in casu 14 hari kerja, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” ujar Saldi.

Lebih lanjut, Rudi menyoroti kinerja Bawaslu yang cenderung membiarkan dugaan kecurangan pada proses pilpres 2024, dan menganggap normatif karena hanya berdasarkan peraturan yang ada, tidak mau menggali lebih dalam, termasuk masalah bantuan sosial (bansos).

“Semua dianggap normatif dan wajar oleh hakim MK. Ini fakta dan realitas menyedihkan yang harus kita hadapi. Tidak ada pilihan kecuali menghormati putusan MK yang bersifat terakhir dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain, sekarang ada harapan di DPR,” kata Rudi.

Rudi mengaku pesimistis hak angket akan bergulir di DPR karena berhadapan dengan pragmatisme parpol yang takut kehilangan jabatan, kekuasaan, dan kursi.

“Saya pesimistis hak angket terjadi, motor yang diharapkan elite PDI Perjuangan pun tidak memberi harapan. Tidak ada upaya dari elite PDI Perjuangan meski pun konon Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kokoh untuk menggulirkan hak angket. Tapi di level pelaksana seolah-olah melempem,” tandasnya. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *