Headline

Mencegah Klaster PTM Terbatas di Sekolah

0

Kerjha — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Berdasarkan instruksi tersebut, Menkes
Budi mengungkapkan, pemerintah akan berkonsentrasi melakukan dua strategi pengendalian Covid-19 yang sifatnya di sisi hulu, yaitu strategi protokol kesehatan (perubahan perilaku atau 3M) dan strategi deteksi atau surveilans atau 3T.

“Kita ingin melakukan strategi surveilans (3T atau deteksi), khusus untuk aktivitas belajar mengajar. Kalau ini berhasil, kita akan mereplikasi ke aktivitas perdagangan, aktivitas pariwisata, aktivitas keagamaan, aktivitas transportasi, dan sebagainya,” ungkapnya, Senin (27/9).

Lebih lanjut, Menkes Budi menyampaikan strategi surveilans di satuan pendidikan dimulai secara masif sejalan dengan PTM terbatas yang harus dilakukan untuk menekan kerugian jangka panjang bagi peserta didik.

“Kita sadar harus melakukan/mulai pembelajaran tatap muka ini karena banyak long term disbenefit kalau kita tunda, makanya kita fokus melakukan advanced surveillance untuk khususnya aktivitas pembelajaran tatap muka ini,” ujarnya.

Lebih lanjut Budi menerangkan, pemerintah akan secara aktif mencari kasus dengan tujuan deteksi di satuan pendidikan dengan menggunakan metode sampling. “Kita tentukan di tingkat kabupaten/kota, berapa jumlah sekolah yang melaksanakan tatap muka. Dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling, kemudian dari 10 persen ini kita bagi alokasinya berdasarkan kecamatan. Jadi kecamatan mana yang banyak sekolahnya otomatis dia akan lebih banyak [sampel],” terangnya.

Ditambahkannya pula, sampling berdasarkan kecamatan itu dilakukan karena para epidemiolog menyampaikan penularan lebih berpotensi terjadi antarkecamatan dan karena itu wilayah epidemiologis per kecamatan harus dimonitor dengan ketat.

Selanjutnya, terang Budi, pemerintah akan melakukan tes PCR kepada 30 orang siswa dan tiga orang pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk setiap sekolah yang rutin dilakukan minimal satu kali per bulan.

“Nanti kita akan lihat hasilnya, sekolah-sekolah yang ada kasus positif tapi di bawah satu persen positivity ratenya, normal saja. Kita cari kontak eratnya, yang positif Covid-19 dikarantina, yang kontak erat kita isolasi, kemudian sekolahnya tetap berjalan,” terangnya.

Namun jika hasil pengujian menunjukkan positivity rate antara 1-5 persen, maka pemerintah akan melakukan tes terhadap semua anggota rombongan belajar dan mereka akan dikarantina, sementara PTM terbatas tetap berjalan.

“Tapi kalau positivity rate di atas 5 persen, kita tes seluruh sekolah karena ada kemungkinan ini menyebarkan. Sekolahnya kita ubah menjadi online dulu, menjadi daring dulu selama 14 hari. Sambil kita rapikan, kita bersihkan, protokol kesehatannya mungkin mesti diperbaiki, direview kembali oleh tim Pak Nadiem dan Dinas Kesehatan,” tegas Budi.

Menurut Menkes, langkah tersebut memastikan bahwa surveilans dilakukan di level yang paling kecil. Jika terbukti ada penularan masif maka hanya sekolah yang bersangkutan yang akan ditutup, sedangkan sekolah dengan protokol kesehatan (prokes) yang baik akan tetap melakukan PTM terbatas.

“Kita memastikan surveilans itu dilakukan di level yang paling kecil. Kalau ada kemungkinan itu outbreak/meledak di sana, kita kuncinya satu sekolah saja. Enggak usah semua sekolah kemudian ditutup. Sekolah-sekolah yang lain, yang prokesnya bagus tetap bisa jalan,” tandasnya. (ED)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *