Headline

Nasaruddin Umar Ajak Perbaiki Kondisi Sosial Politik

0

Kerjha — Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Nasaruddin Umar menyatakan pentingnya pertobatan nasional sebagai langkah untuk memperbaiki keadaan sosial dan moralitas secara menyeluruh. Hal tersebut disampaikannya mencermati rentetan kejadian akhir-akhir ini.

Nasaruddin menggarisbawahi beberapa titik kritis dalam kehidupan sosial dan politik saat ini, serta menghubungkannya dengan pandangan agama dan keadaan dunia.

Nasaruddin pun mengutip salah satu ayat Al-Quran ‘Likulli umamin ajal’ bahwa setiap satu rezim, setiap satu masyarakat, komunitas memiliki ajal.

“Kita juga harus lihat dalam Al-Quran, ajal itu bukan hanya melanda setiap orang tapi juga masyarakat bisa mati. ‘Likulli umamin ajal, setiap satu rezim, setiap satu masyarakat, komunitas itu juga punya ajal. Jadi yang punya ajal itu, bukan hanya orang, rezim pun punya ajal. Rezim Orde Lama tiba ajalnya. Rezim Irde Baru juga ajalnya sudah tiba. Setiap rezim itu punya ajal. Nah, jadi yang harus kita cermati itu bukan hanya ajal individu tapi juga ajal society, ajal negara,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Minggu (17/3).

Dalam Islam, konsep tentang tanda-tanda kiamat, menurut Nazaruddin, adalah suatu topik yang sering dibahas, merujuk kepada hadis yang menggambarkan tanda-tanda tersebut.

“Fakta pembunuhan, kemudian fakta polisi menghantam polisi. Saya hanya teringat sebuah hadis. Tanda-tanda dunia akan kiamat itu, ada 24 tanda-tanda. Di antaranya ada orang yang tidak pantas ditokohkan tapi ditokohkan. Ada yang pantas ditokohkan, namun dikucilkan. Kemudian di antaranya, terdapat masyarakat yang cuek. Kalau sudah mati rasa malunya, maka itu fenomena akhir zaman. Kalau rasa malu tidak ada lagi, dan terjadi pembiaran maka itu faktor degradasi moral,” kata Nasaruddin.

Ia juga mengungkapkan, merajalelanya korupsi, perzinahan, dan perjudian. Kemudian juga fenomena alam, seperti ketidakteraturan cuaca, dan intensitas gempa bumi yang meningkat merupakan bagian dari 24 tanda tersebut.

Untuk itu, lanjut Nasaruddin, pertobatan nasional dinilai sebagai langkah untuk memperbaiki keadaan sosial dan moralitas secara menyeluruh. Pertobatan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

“Nah, bagi kita, apa yang harus kita lakukan. Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali ada pertobatan nasional. Jadi jangan dianggap tobat itu hanya tugas individu setiap orang. Kalau ada kesalehan sosial, kesalehan individual, maka ada pertobatan individual, pertobatan masif,” tuturnya.

Menurut Nasaruddin, negara-negara dengan ideologi yang lebih fleksibel dan berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan cenderung lebih stabil.

Guru Besar dalam bidang tafsir IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, kemudian merefleksikan siklus sebuah negara dengan gagasan pemikir Islam, Ibnu Khaldun yang membagi siklus berdasarkan generasi perintis, generasi pembangun, ada generasi penikmat dan ada generasi penghancur.

“Nah, kita jangan sampai nanti generasi pembangunnya panjang, generasi penikmatnya sedikit, dan kemudian generasi penghancurnya yang tidak terkontrol. Jadi, kita tidak ingin negara ini, generasi penghancurnya terlalu dominan. Nah, ini nanti akan muncul lagi generasi perintis baru. Jadi nanti siklus negara ini seperti itu. Ada perintis, ada pembangun, ada penikmat, ada penghancur,” jelasnya.

Menurut pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan itu, sebuah negara bisa menjadi negara maju karena merawat transparasi pemerintahan dan moralitas. Amerika Serikat, misalnya. Menurut Nasaruddin, meskipun bukan negara agama, Amerika Serikat memiliki generasi yang terjaga perilaku sosialnya, tertib, berpikir sistematis dan demokratis. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *