Headline

Program Relawan Mentor Percepat Digitalisasi UMKM

0

Kerjha — Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan konsep voluntary desk dan mengajak para ahli menjadi mentor untuk membantu para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Model pendampingan oleh mentor ini menjadi salah satu cara agar akselerasi UMKM masuk ke sektor digital bisa segera terwujud.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebutkan, upaya ini dilakukan Kemenkop UKM bekerja sama dengan Mastercard Academy 2.0 melalui program MicroMentor Indonesia yang saat ini sukses merekrut 10 ribu pendamping dan menjangkau 40 ribu UMKM.

“UMKM saat ini jadi tumpuan ekonomi di tengah pandemi dan digitalisasi akan menjadi keniscayaan pertumbuhan UMKM kita ke depan. UMKM perlu pendampingan dari mentor agar berkembang lebih cepat,” kata Teten dalam acara Coffee Talk MenkopUKM dan Lewi’s Organics sekaligus Pengukuhan 200 Master Mentor SIGAP UMKM di Tangerang, Kamis (11/3) lalu.

Menurut Teten, Indonesia memiliki potensi digital ekonomi yang sangat besar—yang di 2025 nilainya diperkirakan mencapai Rp 1.800 triliun.

“Jangan sampai digital market ekonomi kita justru dikuasai asing. UMKM harus jadi tuan rumah di negeri sendiri. Saya kira banyak orang Indonesia yang punya keahlian dan membantu UMKM berkembang dan menjadikan ini sebagai gerakan nasional, gerakan solidaritas kebangkitan UMKM lewat relawan mentor,” tambahnya.

Diungkapkannya, MicroMentor Indonesia akan melatih dan mendampingi UMKM tentang tata cara penggunaan platform MicroMentor Indonesia yang diintegrasikan dengan platform pelatihan berbasis daring KemenkopUKM di edukukm.id.

“Kami mengajak masyarakat Indonesia yang punya keahlian marketing produksi untuk gabung dengan kami menjadi volunteer UMKM dalam meningkatkan kualitas produk. Masyarakat banyak yang mau membantu UMKM tapi sistemnya harus dimudahkan dan disederhanakan,” imbuhTeten.

Teten berharap program ini dapat mempercepat pertumbuhan wirausaha baru. Terlebih jumlah wirausaha Indonesia saat ini masih relatif kecil dibanding negara lain, yakni hanya sebesar 3,7 persen.

“Di 2024, kami targetkan menjadi 4 persen. Berbagai cara dilakukan bukan hanya lewat pendampingan tapi juga dengan skema modal ventura,” kata Teten.

Salah satu kegiatan usaha yang mendapat perhatian khusus dalam program ini adalah petani yang memproduksi kacang mete di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana para petani yang tergabung dalam koperasi didampingi oleh para mentor dari Mercy Corps Indonesia bersama pelaku usaha agriculture lokal PT Profil Mitra Abadi (PMA) lewat produk Lewi’s Organics.

CEO PMA Lewi Cuaca menyebutkan, tak hanya kacang mete, para petani di NTT juga menghasilkan berbagai produk pertanian mulai dari gula lontar, sesame wijen, hingga minyak kayu putih. Sebagian besar produk telah diekspor ke luar negeri mayoritas Eropa dan Amerika Serikat, terutama Jerman, Belgia, Swiss, dan Belanda.

Teten mengapresiasi upaya yang telah dilakukan PMA di NTT. Diakuinya, saat ini masih banyak koperasi petani yang memproduksi hasil taninya secara tradisional. Hal ini akan didorong oleh Kemenkop UKM untuk masuk ke teknologi modern sehingga produk yang dihasilkan memiliki daya saing secara global. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *