Headline

Rapat Paripurna DPR Diwarnai Interupsi Hak Angket

0

Kerjha — Interupsi terkait hak angket untuk membongkar kecurangan pemilu 2024 mewarnai rapat paripurna DPR ke-13 pembukaan masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024, Selasa (5/3). Sejumlah anggota dewan menyampaikan interupsi terkait hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu, terutama dari Fraksi PKS, PDI Perjuangan, dan PKB.

Sementara anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra dan Partai Demokrat justru mempertanyakan urgensi penggunaan hak angket dan apa yang perlu diusut atau diselidiki.

Anggota Fraksi PKS daerah pemilihan (dapil) Kalimatan Timur, Aus Hidayat Nur menyampaikan pimpinan dewan dan seluruh wakil rakyat harus memperhatikan aspirasi masyarakat agar DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu 2024.

Dia memaparkan ada dua alasan mengapa hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu perlu digunakan DPR.

Pertama, pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia, sehingga penyelenggaraannya harus tetap terjaga agar berlangsung jujur dan adil.

Kedua, munculnya berbagai kecurigaan dan praduga di masyarakat perihal kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu yang perlu direspons DPR secara bijak dan proposional.

“Hak angket adalah salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD dan bisa digunakan untuk mengungkap kecurigaan dan praduga itu secara terbuka dan transparan,” kata Aus Hidayat Nur dalam rapat paripurna DPR.

Menurut dia, jika kecurigaan dan praduga terkait kecurangan pemilu 2024 terbukti dalam pelaksanaan hak angket, hal itu bisa ditindaklanjuti sesuai undang-undang yang berlaku. Sebaliknya jika tidak terbukti pun dapat mengklarifikasi kecurigaan dan praduga terkait penyelenggaraan pemilu 2024.

Pernyataan senada disampaikan Luluk Nur Hamidah, anggota DPR dari Fraksi PKB dapil Jateng IV. Menurt dia, pemilu adalah perwujudan kedaulatan rakyat dan oleh karena itu tidak ada satu pun kekuatan di negeri ini yang boleh merebut apalagi mengancurkannya.

Karena pemilu terkait dengan kedaulatan rakyat, maka pelaksanaannya harus berdasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi.

“Tidak boleh ada satu pun pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan salah satu pihak, walaupun itu adalah salah satu anak, saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain,” kata Luluk.

Dia menjelaskan, pemilu tidak boleh dipandang hanya dari konteks hasil. Lebih dari itu konteks proses harus juga menjadi cerminan apakah pemilu sudah berlangsung jujur dan adil.

Jika prosesnya berlangsung dengan intimidasi, apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika, atau politisasi bansos, intervensi kekuasaan maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu dianggap selesai sesuai jadwalnya.

“Saya adalah salah satu pelaku sejarah gerakan reformasi 1998. Sejak mengikuti pemilu 1999, saya belum pernah melihat proses penyelenggaraan pemilu sebrutal dan semenyakitkan ini, di mana etika dan moral politik berada di titik minus,” ungkap Luluk.

Dia menegaskan, ketika para akademisi, budayawan, profesor, mahasiswa, dan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap sebagai kecurangan dalam pemilu, DPR seharusnya tidak tinggal diam.

“Saya kira alangkah naifnya kalau lembaga DPR hanya diam dan membiarkan saja seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Tanggung jawab moral dan etika politik kita hari ini adalah mendengarkan suara yang sudah diteriakan atauapun suara yang tidak sanggup diteriakkan, silent majority. Saya yakin akan sangat mendukung kita untuk menggunakan hak konstiusional melalui hak angket untuk mengungkap seterang-terangnya terkait kecurangan penyelenggaraan pemilu 2024,” tutur Luluk.

Sedangkan Aria Bima, dari Fraksi PDI Perjuangan dapil Jateng V menyampaikan, DPR harus menjalankan fungsi pengawasan melalui hak angket atau hak interpelasi untuk mengungkap dugaan kecurangan penyelnggaraan pemilu 2024.

Apalagi hal ini yang sudah disoroti berbagai kalangan, termasuk rohaniwan, cendekiawan, budayawan, dan mahasiswa yang menyuarakan hal-hal mengenai kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu tahun ini.

“Maka saya minta pimpinan untuk menggunakan fungsi pengawasan melalui hak angket, hak interpelasi atau hak apapun sebagai anggota legislatif untuk mengkritisi penyelenggaraan pemilu terkait dugaan kecurangan pemilu bisa diselidiki,” kata Aria Bima.

Dia menegaskan, penggunaan hak angket juga untuk menjamin penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilu ke depan dilakukan sesuai aturan, maupun mengoptimalkan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.

“Ini untuk menjamin kualitas pilkada dan pemilu, juga mengoptimalkan fungsi pengawasan kita terhadap pemeritah sebagai anggota legislatif yang tidak ada taringnya atau tidak ada marwahnya dalam pelaksanaan pemilu kemarin,” tutur Aria Bima. (Foto: Instagram DPR RI)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *