Headline

Surplus Neraca Perdagangan RI Tertinggi dalam 15 Tahun

0

Kerjha ― Sinergi ekspor dan impor Indonesia ditutup dengan pencapaian positif pada neraca perdagangan. Hal tersebut terlihat pada Desember 2021, di mana Indonesia kembali mengalami surplus sebesar USD 1,02 miliar. Capaian ini pun membawa tren surplus kembali dapat dipertahankan sejak Mei 2020 atau selama 20 bulan berturut-turut.

Sepanjang 2021, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 35,34 miliar. Nilai tersebut merupakan rekor tertinggi sejak 15 tahun terakhir atau sejak 2006, di mana pada tahun tersebut nilai surplus mencapai USD 39,37 miliar.

“Di tengah berbagai ketidakpastian global, Indonesia tetap mampu mencatatkan performa impresif pada neraca perdagangan. Kinerja ini akan meningkatkan resiliensi sektor eksternal Indonesia, sehingga semakin kuat menghadapi berbagai tantangan yang diperkirakan masih berlanjut di tahun ini,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto, dikutip dari laman Kemenko Ekon, Selasa (18/1).

Kinerja surplus sepanjang 2021 ditopang dari nilai ekspor yang mencapai USD 231,54 miliar atau tumbuh double digit sebesar 41,88 persen year on year (YoY). Hilirisasi komoditas unggulan, seperti turunan produk crude palm oil (CPO), berhasil mendorong performa ekspor Indonesia. Hal tersebut tercermin dari ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) yang sepanjang 2021 mencapai USD 32,83 miliar atau meningkat sebesar 58,48 persen (YoY).

Selain CPO, hilirisasi komoditas nikel juga memperkuat performa ekspor Indonesia, dengan pertumbuhan ekspor komoditas nikel dan barang daripadanya (HS 75) mampu tumbuh sebesar 58,89 persen (YoY) menjadi sebesar USD 1,28 miliar.

Lebih lanjut, dari 10 besar komoditas utama ekspor, komoditas bijih logam, terak, dan abu (HS 26) mengalami pertumbuhan tertinggi yakni 96,32 persen (YoY) menjadi sebesar USD 6,35 miliar. Capain ini diikuti oleh ekspor komoditas besi dan baja (HS 72) yang juga naik signifikan mencapai 92,88 persen (YoY) menjadi senilai USD 20,95 miliar.

“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Tercermin pula dari meningkatnya penciptaan nilai tambah pada sektor manufaktur. Terbukti secara kumulatif, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Desember 2021 naik 35,11 persen (YoY) menjadi sebesar USD 177,11 miliar,” kata Airlangga.

Selain itu, level Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga terus berada pada zona ekspansif yakni 53,5 pada Desember 2021, melanjutkan level ekspansi yang sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut. Level PMI Indonesia Desember 2021 itu bahkan lebih baik dibandingkan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia (52,8), Vietnam (52,5), Filipina (51,8), Thailand (49,5), dan Myanmar (49,0).

Penurunan kasus Covid-19 yang terjadi secara konsisten dalam beberapa bulan terakhir di 2021 membuat pemerintah dapat memberlakukan pelonggaran pembatasan mobilitas. Kondisi ini memberikan kelancaran aktivitas ekonomi sehingga mendorong kenaikan pada aggregate demand. Alhasil, sektor manufaktur juga terstimulasi untuk meningkatkan output produksinya. Meski demikian, pemerintah tetap mewaspadai fenomena meningkatnya kasus varian Omicron yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada akhir Januari atau awal Februari 2022 ini.

“Dengan semakin efektifnya pengendalian Covid-19 dan antisipasi yang baik terhadap penyebaran varian Omicron, serta diiringi dengan terjaganya tingkat kedisiplinan protokol kesehatan, maka penurunan kasus Covid-19 diharapkan dapat terus terjadi, sehingga mampu mengakselerasi pemulihan ekonomi. Surplus perdagangan yang terus terjaga sepanjang 2021 juga disebabkan kinerja ekspor komoditas andalan Indonesia yang tetap solid,” jelasnya.

Sejalan dengan peningkatan ekspor, sisi impor Indonesia pada 2021 juga meningkat menjadi sebesar USD 196,20 miliar atau tumbuh 38,59 persen (YoY). Struktur impor Indonesia di 2021 didominasi impor golongan bahan baku dan penolong senilai USD 147,38 miliar (75,12 persen dari total impor), diikuti barang modal USD 28,63 miliar (14,59 persen dari total impor), dan barang konsumsi USD 20,18 miliar (10,29 persen dari total impor). Struktur tersebut mengindikasikan perekonomian Indonesia yang produktif melalui penciptaan nilai tambah yang lebih besar, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk diekspor kembali.

“Kinerja positif di 2021 ini akan terus dipertahankan pemerintah dengan mengoptimalkan berbagai kebijakan, terutama dalam mendorong semakin banyaknya ekspor komoditas bernilai tambah,” tandasnya. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *