Headline

Upaya Sektor Kesehatan Tangani Polusi Udara

0

Kerjha ― Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan dua upaya penting untuk menangani polusi udara di Indonesia. Pertama, melakukan pemantauan kualitas udara, dan kedua menurunkan risiko serta dampak kesehatan.

Kemenkes telah menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani penyakit yang disebabkan polusi udara, khususnya di wilayah Jabodetabek.

“Kita berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk penanganan pasien. Kalau penyakit pernapasan seperti apa, kalau masuk kategori ISPA bisa ditangani di Puskesmas, kalau sudah pneumonia harus dirontgen di RS,” jelas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Senin (28/8).

Sebanyak 674 Puskesmas disiapkan untuk pemeriksaan ISPA dengan melakukan pemeriksaan aspirator. Sebanyak 66 rumah sakit di Jabodetabek juga disiapkan untuk pemeriksaan pneumonia dengan melakukan pemeriksaan rontgen.

Kemenkes menyiagakan RSUP Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease Kemenkes untuk mendeteksi atau mendiagnosis gejala pneumonia melalui pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur sputum, dan ID-AST.

Polusi udara, ungkap Menkes Budi, berdampak serius terhadap kesehatan dan menjadi penyebab utama penyakit gangguan pernapasan di Indonesia, dan juga menjadi faktor risiko kematian tertinggi kelima di Indonesia.

“Kita juga menganalisa apa penyebab penyakit pernapasan ini. Salah satu penyebab yang paling dominan adalah polusi udara, antara 28-37 persen dari tiga penyakit utama pneumonia, ISPA, dan asma disebabkan polusi udara,” lanjutnya.

Secara lebih detail polusi udara menyebabkan 37 persen kejadian PPOK, 32 persen kejadian pneumonia, 28 persen kejadian asma, 13 persen kejadian kanker paru, dan 12 persen kasus tuberkulosis.

“Perlu kita sampaikan di sini, yang tiga besar ada infeksi paru/pneumonia, ISPA dan asma. Ini totalnya sekitar Rp 8 triliun dari total Rp 10 triliun pembiayaan JKN,” ungkap Menkes Budi.

Pemerintah, lanjut Budi, diminta memonitor lima komponen di udara, tiga sifatnya gas, dua sifatnya articulate matters. Gasnya SOX, CO, NOX. Partikelnya PM 10 mikro dan PM 2.5.

“Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2.5 karena bisa masuk sampai pembuluh alveoli di paru, itu yang sebabkan pneumonia terjadi. Makanya di kesehatan yang kita liat di PM 2.5 karena ini mengakibatkan pneumonia yang beban pembiayaan di BPJS Kesehatan paling besar,” ucap Menkes Budi.

Dalam melakukan surveilans, Kemenkes juga sudah menyiapkan sanitarian kit untuk Puskesmas dengan fokus indoor measurement. Bisa juga dipakai outdoor tapi tidak bisa terus-menerus untuk mengetahui komponen kesehatan udara, tanah, dan air.

Langkah selanjutnya adalah melakukan edukasi masyarakat secara terus-menerus untuk tindakan pencegahan. Kemenkes telah merilis protokol kesehatan pencegahan polusi udara 6M dan 1S, yaitu:

1. Memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website.

2. Mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah/kantor/sekolah/tempat umum di saat polusi udara tinggi.

3. Menggunakan penjernih udara dalam ruangan

4. Menghindari sumber polusi dan asap rokok.

5. Menggunakan masker saat polusi udara tinggi.

6. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

7. Segera konsultasi daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.

“Kita juga menyarankan standar maskernya KF 94 atau KN 95 minimum yang memiliki kemampuan untuk menahan particulate matter 2.5. Ini harus dicegah karena bisa masuk ke pembuluh darah paru,” kata Menkes Budi. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *