Headline

Urgensi Pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

0

Kerjha — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang hingga kini masih berproses.

Jokowi menegaskan, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama. Jokowi bilang kekerasan seksual pada perempuan mendesak harus segera ditangani.

“Saya mencermati dengan saksama Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sejak dalam proses pembentukan pada 2016, hingga saat ini masih berproses di DPR. Karena itu saya memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dalam pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini agar ada langkah-langkah percepatan,” ujar Jokowi dalam keterangan pers, Selasa (4/1).

Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Roos Diana Iskandar menyatakan, permasalahan kekerasan seksual menjadi momok dalam pembangunan manusia dan Indonesia.

Dia menjelaskan, berdasarkan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) m 2021, sebanyak 26 persen atau satu dari empat perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu, 34 persen atau tiga dari 10 anak laki-laki, dan 41,05 persen atau empat dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya.

Roos Diana mengatakan, negara wajib untuk melindungi warga negaranya dari kekerasan seksual. Dia menerangkan, saat ini pemerintah telah membuat Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia.

“RUU TPKS ini sangat urgen dirasakan karena regulasi nasional yang ada belum cukup untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ada,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, yang dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga secara daring, Selasa, (4/1).

Roos Diana mengatakan, ada urgensi mengapa RUU TPKS mutlak perlu untuk disahkan. Pertama, terkait keterbatasan instrumen hukum, dalam regulasi KUHP hanya mencakup dua hal, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan. Sementara, dalam RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam sembilan kategori dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku.

Kedua, terkait tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Kasus kekerasan seksual menunjukkan tren meningkat dan meningkat signifikan di masa pandemi Covid-19, terutama pada perempuan dan anak. Ketiga, RUU TPKS memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi. Selain itu pelaku kekerasan seksual diberikan rehabilitasi agar tindakan kekerasan seksual tidak kembali terjadi.

Berdasarkan urgensi tersebut, Roos Diana menyatakan, pemerintah akan memperjuangkan agar usulan RUU TPKS masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. Dia juga berharap para anggota legislatif di DPR RI berkomitmen untuk mendukung dan mengesahkan RUU TPKS.

“RUU TPKS belum kunjung disahkan, padahal sudah berkali-kali masuk Prolegnas. Kita berharap RUU TPKS akan masuk prolegnas 2021-2022 ini dan dapat diselesaikan. Hal ini juga disampaikan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang mempunyai komitmen untuk menyelesaikan RUU TPKS ini,” ujarnya.

Selain itu, untuk menyosialisasikan pentingnya RUU TPKS, Roos Diana mengatakan, Kemenko PMK juga akan membuat webinar edukasi pada publik tentang pentingnya UU TPKS. Webinar ini akan menghadirkan narasumber dari pemerintah, anggota parlemen, akademisi tokoh agama, dan media massa. (HAS)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *