Headline

Tumbuhkan Ekonomi di Masa Pandemi, Pemerintah Dorong Lima Sektor Prioritas

0

Kerjha ― Pemerintah terus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Dari sisi sektoral, setidaknya ada lima sektor yang perlu didorong, yakni industri pengolahan, perdagangan, pertanian, pertambangan, dan konstruksi.

“Untuk sektor konstruksi, pemerintah mempersiapkan pembangunan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Karena ini melibatkan banyak kontraktor di daerah sehingga bisa mendorong perekonomian di daerah,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Kamis (10/9).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, outlook ekonomi Indonesia pada tahun ini diproyeksikan negatif 1,1 persen hingga 0,2 persen, sedangkan pada 2021 diprediksi akan membaik dengan tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5 persen. “Berbagai lembaga negara juga menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan akan positif,” imbuhnya.

Dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), sejumlah indikator ekonomi mulai menunjukkan sinyal positif atas pemulihan aktivitas ekonomi, seperti purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia yang sudah mengalami ekspansi, indeks kepercayaan konsumen, penjualan kendaraan bermotor, penjualan ritel, survei kegiatan dunia usaha, dan inflasi inti.

Data per 7 September 2020 menyebutkan, dibandingkan dengan posisi 1 April 2020, kinerja indeks saham sektoral mengalami penguatan di semua sektor kecuali sektor properti. Sementara dari sisi pasar uang, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika juga mengalami apresiasi sebesar 9,73 persen.

Airlangga bilang, waktu pemulihan dari guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 relatif lebih cepat dibandingkan periode krisis yang terjadi pada tahun 1998 maupun 2008.

“Kalau kita lihat kedalaman dari segi harga saham, di krisis Asia 1997-1998, butuh 7-8 tahun untuk kembali ke semula. Kemudian untuk krisis global di tahun 2008, butuh waktu dua tahun,” terangnya.

Pada periode krisis Asia 1997-1998, nilai tukar terdepresiasi hingga 566 persen. Saat periode krisis global 2008, nilai tukar terdepresiasi hingga 39,6 persen. Saat ini nilai tukar relatif stabil dan telah bergerak menuju ke level sebelum pandemi Covid-19.

“Namun kita juga harus melihat gas dan rem. Kita tetap harus menjaga kepercayaan publik karena ekonomi ini tidak semuanya faktor fundamental, tapi juga ada faktor sentimen terutama di sektor capital market,” sambung Airlangga.

Ia juga menjelaskan, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi membutuhkan rencana jangka menengah hingga 2022-2023. Beberapa program utama yang akan disasar antara lain program yang berkaitan dengan kesehatan, bantuan sosial, padat karya untuk menjaga demand, restrukturisasi, dan transformasi ekonomi.

Pada 2021, biaya penanganan Covid-19 akan tetap berfokus pada kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pembiayaan korporasi, serta sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah Dldaerah.

“Pemerintah pusat juga mendorong agar pemerintah daerah menjalankan program, memacu perekonomiannya, serta melakukan belanja barang dan belanja modal. Dengan demikian, secara agregat kita bisa menjaga pertumbuhan,” tuturnya. (AJI)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *