Berita

Anak Penerima PKH Sukses Jadi Anggota Bhayangkara

0

Kerjha — Sambil duduk, Ni Ketut Sutiyatini memegang erat bingkai foto bergambar lelaki gagah kebanggaannya. Di bahu sosok berseragam tersebut tersemat pangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda). Tatapan perempuan paruh baya itu melekat kuat penuh rasa bangga.

Pria bintara Polri tersebut adalah I Putu Ema Perdana Putra (21), putra kesayangan Sutiyatini. Sudah dua bulan Ema—sapaan I Putu Ema—mulai berdinas di Polda Bali. Sutiyatini masih ingat betul peluk hangat Ema saat pamit berdinas.

Pelukan itu menyisakan rindu bagi Sutiyatini. Ia mengakui, tekad kuatnya mendidik Ema tidak lepas dari dukungan Kementerian Sosial. Sutiyatini tercatat sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Sembako.

PKH merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Komponen PKH adalah ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, lansia dan penyandang disabilitas.

Setiap komponen memiliki indeks yang berbeda. Bagi ibu hamil, indeks bantuannya senilai Rp 3 juta per tahun, anak usia dini Rp 3 juta per tahun, anak SD Rp 900 ribu per tahun, anak SMP Rp 1,5 juta per tahun, anak SMA Rp 2 juta per tahun, penyandang disabilitas berat Rp 2,4 juta per tahun dan lansia Rp 2,4 juta per tahun.

“Pendidikan Ema dibantu dari PKH. Jadi, tiang bilang Ema harus buktikan bisa berprestasi dan sukses,” kata perempuan 42 tahun yang tinggal di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, seperti dilansir laman Kemensos, Sabtu (1/10).

Ema selalu membanggakan orangtuanya. Prestasi akademisnya pun tergolong gemilang.
Sejak SD hingga SMA, Ema selalu mendapat peringkat 1. Bahkan di kampus, IPK-nya paling tinggi di angkatannya. Selain berprestasi secara akademik, Ema juga merupakan tim Paskibraka Kabupaten Tabanan, Bali pada 2018. Ia satu-satunya siswa terpilih mewakili sekolahnya untuk menjadi anggota Paskibraka.

Prestasinya itu membuatnya mendapat banyak peluang pendidikan. Dari mulai pendidikan di perguruan tinggi, hingga tawaran pendidikan menjadi anggota Polri. Bagi Ema, semua peluang harus dicoba.

“Tahun 2019, Ema mencoba masuk perguruan tinggi, dapat undangan dan beasiswa bidik misi dari Politeknik Bali. Dia masuk kuliah itu tanpa tes karena ranking 1 terus dan anggota Paskibraka. Akhirnya diterima,” kata I Nyoman Sarjana, ayahnya.

Perjuangannya tidak berhenti sampai di situ. Ema masih ingin mencoba ikut tes menjadi anggota Polri. Tahun 2019, ia mencoba, namun gagal saat tes tertulis psikotes. Pada 2021, ia kembali mencoba, namun kegagalan harus ia alami untuk kali kedua pada tahap tes pantukhir.

Tahun berikutnya, di 2022, ia mencoba kembali mengikuti seleksi Bintara Polri gelombang II. Bersyukur, upaya ketiga ini membuahkan hasil, Ema lulus seleksi dan ditempatkan di Polda Bali.

Konsistensi anaknya selama persiapan tes Polri terekam jelas di ingatan Sutiyatini. Ingatan ini yang membuatnya tak mampu membendung haru saat anaknya dinyatakan lulus tes dan resmi menjadi anggota Polri.

“Pengumumannya online di YouTube Polda Bali. Saya nonton bareng-bareng nenek, bapak dan adiknya Ema. Tak tahan saya, menangis mengingat perjuangannya. Gigih. pagi sampai malam kuliah. Pulang kuliah, dia olahraga lari keliling kampung jam 12 malam persiapan tes fisik, akhirnya lulus,” katanya dengan suara bergetar.

Keberhasilan Ema menyadarkan, keterbatasan ekonomi tidak menghalangi anak untuk mencapai kesuksesan. Dukungan pemerintah juga diperlukan agar para penerima manfaat dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Sutiyatini berharap Ema bisa sukses dan bisa menjadi teladan bagi adiknya. Tidak kalah dari Ema, adiknya pun berprestasi di bidang olahraga karate. Ema mampu menginspirasi adiknya untuk menjadi anggota Polri. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *