Berita

Eep Ungkap Lima Modus Pencurian Suara Pemilu

0

Kerjha — Pendiri lembaga konsultan politik Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah mengungkap lima modus operandi pencurian suara pada pemilu 2024. Hal ini, salah satunya, telah ditelusuri tim hukum pasangan nomor urut 1 dan pasangan nomor urut 3.

Menurut Eep, modus pencurian suara yang terjadi pada pemilu 2024 ada yang tidak masuk akal, mengherankan serta menggunakan cara lama.

Berikut lima modus pencurian suara pada pemilu 2024:

Pertama, penggelembungan suara melebihi 102 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) di tempat pemungutan suara (TPS).

Berdasarkan peraturan, kelebihan surat suara secara nasional yakni 2 persen dari seluruh jumlah DPT dan diturunkan ke seluruh TPS. Ini berarti kertas suara pada setiap TPS jumlahnya adalah 102 persen, di mana 100 persen sesuai DPT dan 2 persen daftar pemilihan tambahan (DPTB). Untuk diketahui,
DPTB adalah pemilih yang tidak terdaftar pada DPT tetapi memiliki dokumen yang memadai, dan datang ke TPS lalu mencoblos pada pukul 12.00 hingga 13.00.

“Pada kenyataanya jumlah pemilih tidak sampai 100 persen, sehingga cadangan suara untuk DPTb itu lebih dari 2 persen. Namun, berulang-ulang ditunjukkan kasus setelah pemungutan suara, total pemilih lebih dari 102 persen. Ini modus tidak masuk akal, sementara pengamatan berbagai pihak sangat tinggi karena kompetisi sangat ketat,” kata Eep dikutip dari kanal Youtube Keep Talking, Rabu (13/3).

Kedua, penggelembungan suara pada pihak tertentu seperti pasangan calon pada pilpres, caleg DPR dan DPD tanpa basis C Hasil.

Menurut dia, modus ini sangat mengherankan dan masih dikerjakan. Artinya, penggembulangan suara dibuat sedemikian rupa tanpa didukung C Hasil.

“Ini pernah beredar buktinya dalam bentuk video, ditelusuri ke provinsi, ke kabupaten, dalam rekap ada pemilih dari parpol tertentu. Sementara di daerah itu tidak ada nama caleg dari parpol tersebut. Sebetulnya ini harus dibatalkan, sangat tidak masuk akal,” tegasnya.

Ketiga, modus operandi berbasis C Hasil.

Modus pencurian ini sedang ditelusuri oleh tim hukum pasangan 1 dan 3 sebagai korban kecurangan pemilu 2024. Adapun modus pencurian suara ini adalah halaman dua C Hasil dipalsukan, sementara halaman satu dan tiga C Hasil asli.

Beberapa jaringan menemukan tanda tangan yang berbeda pada halaman satu dengan dua atau dua dengan tiga untuk orang yang sama, baik Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan saksi.

“Ini adalah pemalsuan C Hasil dan dibuktikan dengan tanda tangan orang yang sama tetapi berbeda. Jika ditemukan dalam jumlah besar berpotensi menjadi bukti kecurangan TSM. Ini sedang dikerjakan sejumlah jaringan. Dan kita tunggu hasilnya dalam waktu dekat,” kata dia.

Keempat, memindahkan suara parpol atau tanda gambar.

Diketahui ada tiga cara memilih caleg, yakni memilih caleg saja, memilih caleg dan parpol, memilih partai saja.

Jika memilih caleg, maka caleg akan memantau suaranya masing-masing. Tapi, seringkali pemilik suara mencoblos suara partai. Hal ini memiliki kelemahan karena tidak ada pemantau yang secara jeli dan sigap mengawasi, sehingga dimanfaatkan untuk memindahkan suara pemilih partai ke partai yang lain.

“Ini tidak berisiko karena pemantau dari parpol tidak sigap untuk mengamankan suara partainya. Jika ini terjadi maka parpol tertentu bisa mendapat penambahan suara atau penggelembungan suara yang diraih dari parpol lain,” tutur Eep.

Berdasarkan pengalaman Polmark Indonesia, katanya, pada pemilu 2019 ketika pihaknya mendapat hasil lengkap pileg per TPS, ternyata di KPU tidak ada data pemilih mencoblos parpol per TPS.

“Yang lengkap adalah data rekap mulai level di kecamatan. Ini mengundang pertanyaan serius dan secara logis bisa dikatakan mengundang praktik pemindahan suara parpol sangat terbuka untuk terjadi,” lanjutnya.

Kelima, memindahkan suara tidak sah ke pasangan calon atau caleg dan partai tertentu.

Eep menjelaskan, suara pemilih ada yang sah dan tidak sah karena berbagai sebab. Misalnya, surat suara sobek, memilih tiga pasangan calon pilpres sekaligus atau mencoblos semua partai sekaligus.

Suara tidak sah digabung suara sah adalah jumlah orang yang datang ke TPS, dan ini terdata di meja 1 tempat pendafataran awal di TPS. Ketika memindahkan suara tidak sah ke paslon, caleg, parpol tertentu tidak akan ada perubahan komposisi yang berubah, kecuali tingkat partisipasi.

“Tingkat partisipasi diukur dari jumlah suara sah, bukan jumlah orang yang datang ke TPS. Jadi, jika ada suara tidak sah dipindahkan ke salah satu caleg, paslon atau partai tertentu, maka tingkat partisipasi bertambah,” tuturnya. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *