Berita

Garap PLTU Suralaya, Hutama Karya Pakai Teknologi Ramah Lingkungan

0

Kerjha — PT Hutama Karya (Persero) mengembangkan teknologi ramah lingkungan dalam konstruksi salah satu proyek Engineering, Procurement, & Construction (EPC) yang digarapnya, yakni proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten.

Direktur Operasi II Hutama Karya, Ferry Febrianto mengatakan, dalam menggarap PLTU Suralaya, Hutama Karya mengadopsi teknologi Ultra-Super Critical dan sistem penanganan polusi gas buang yang canggih. Teknologi Ultra Super Critical ini memungkinkan pembangkit menghasilkan listrik secara efisien dan cost efficient karena membutuhkan jumlah batubara dan fuel oil yang lebih sedikit dari sistem pembangkit lainnya. Penggunaan batubara yang lebih sedikit menghasilkan polusi yang lebih sedikit pula.

“Selain itu, gas hasil buangan juga ditreatment lebih lanjut agar memenuhi standar lingkungan hidup yang berlaku,” ujar Ferry dalam keterangan resmi yang diterima Sabtu (23/7).

Untuk diketahui, sesuai peraturan, standar baku mutu untuk kandungan gas buang PLTU seperti SOx, Partikulat, dan NOx masing-masing adalah 550 mg per Nm3, 100 mg per Nm3 dan 550 mg per Nm3.

Lebih lanjut, Ferry menyampaikan, berkat teknologi yang dikembangkan Hutama Karya tersebut, angka-angka itu pun dipangkas menjadi di bawah 350 mg per Nm3, 30 mg per Nm3, dan 128mg per Nm3, secara berurutan untuk SOx, Partikulat, dan NOx.

Di samping itu teknologi USC memiliki thermal efficiency yang lebih tinggi daripada teknologi Sub-critical dan Supercritical. Semakin tinggi thermal efficiency yang dihasilkan maka semakin sedikit jumlah batubara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran.

“Artinya, untuk menghasilkan output energi yang sama, teknologi USC membutuhkan jumlah batubara yang lebih sedikit dari teknologi Sub-critical atau Supercritical. Ini juga mempengaruhi kadar polusi yang dihasilkan. Batubara memiliki kandungan sulphur, di mana apabila dibakar akan menghasilkan sulphur dioxide (SO2). Apabila SO2 dibuang ke atmosfer, dan bercampur dengan awan, maka akan menghasilkan hujan asam. Karena jumlah batubara yang dibutuhkan lebih sedikit, teknologi USC dapat menghasilkan kandungan SO2 yang lebih sedikit pula, sehingga lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.

Atas pengembangan teknologi inilah, pada 2021, PLTU Suralaya garapan HK meraih Indonesia Green Award (IGA) 2021 sebagai PLTU berteknologi maju ramah lingkungan di Indonesia.

Selain USC, PLTU Suralaya dilengkapi dengan sistem penanganan gas buang yang canggih. Proyek ini menggunakan sistem Electrostatic Precipitator, Flue Gas Desulphuration System dan Selective Catalytic Converter.

Sistem-sistem tersebut memiliki fungsinya masing-masing, di mana gas buang dari hasil pembakaran akan disalurkan ke sistem-sistem tersebut sehingga kandungan berbahaya dari gas buang tersebut, seperti Nitrogen Oksida (NOx), Sulphur Oksida (SO2), partikulat padat, dan lainnya dapat dikurangi sampai batas aman atau bahkan dihilangkan.

PLTU Suralaya juga mengimplementasikan teknologi mutakhir untuk mengurangi polusi akibat pembakaran batubara. Sebut saja sistem boiler pada proyek ini menggunakan teknologi low NOx Burner. Low NOx burner ini menggunakan system yang dapat mengontrol campuran udara dan bahan bakar sehingga menghasilkan kandungan Nitrogen Oksida (NOx) yang rendah. NOx merupakan salah satu gas yang berbahaya apabila dilepas ke atmosfer dan dihirup manusia.

Setelah itu, gas hasil pembakaran batu bara dari boiler kemudian disalurkan ke Selective Catalytic Reduction (SCR) sistem. Pada sistem ini, gas buang akan diinjeksi dengan ammonia menggunakan ammonia injection system. Proses ini menghasilkan reaksi kimia antara ammonia dan N0x sehingga gas buang bersih dari kandungan N0x.
“Selanjutnya gas buang disalurkan menuju Electrostatic Precipitator (ESP). Tujuan ESP ini adalah untuk menyaring partikulat-partikulat padat hasil pembakaran batu bara agar tidak terbuang ke udara. System ESP ini menghasilkan medan elektrostatik yang memungkinkan partikulat dari gas buangan tersebut tertarik dan menempel di anoda yang ada di ESP. Partikulat yang tertarik kemudian di kumpulkan untuk di-treatment lebih lanjut,” imbuh Ferry. (TUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *