Berita

Hak Angket DPR Selidiki Kekacauan Pemilu

0

Kerjha — Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit), Hadar Nafis Gumay mendukung partai politik menggulirkan hak angket di DPR RI untuk menyelidiki Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, KPU adalah salah satu penyebab kekacauan pemilu 2024.

Hadar yang juga Koordinator JagaSuara2024 menyebut, kekacauan perhitungan pemilu 2024, baik pemilihan presiden maupun pemilihan anggota legislatif pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU merupakan ujung dari permasalahan penyelenggaraan pemilu 2024. Apalagi persoalan sudah terjadi sebelum pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Sirekap hanya di ujung permasalahan, ini lebih pada persoalan teknis. KPU bukan penyelenggara yang mandiri, akhirnya kerja mereka banyak yang tidak seharusnya, bahkan memanipulasi data,” kata Hadar di Jakarta, Sabtu (2/3).

Lebih lanjut, dia membeberkan sejumlah tindakan KPU yang membuat penyelenggaraan pemilu 2024 acak adut. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih pernah menyerahkan sejumlah bukti dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilu 2024 kepada Komisi II DPR, 11 Januari 2023 lalu.

Salah satu yang diserahkan ke Komisi II DPR adalah bukti KPU mengubah status sebuah partai yang awalnya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) sebagai peserta pemilu. Perubahan status itu terjadi dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan dalam berita acara rekapitulasi vaktual.

Kemudian, KPU juga menetapkan ribuan daftar calon tetap (DCT) yang diajukan parpol pada pemilu 2024 tapi tidak memenuhi syarat memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.

“Angka 30 persen ini bukan dari total caleg dari satu parpol, tapi pada satu daerah pemilihan atau dapil. Jumlah 30 persen itu harus ada di setiap dapil, sebetulnya komisioner KPU tahu itu tetapi mereka tidak mampu menolak parpol dan DPR, akhirnya diloloskan,” ujar Hadar.

Selain itu, KPU tidak menata dapil anggota DPR yang bermasalah sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya, KPU tidak mampu menyiapkan Sirekap yang layak pakai.

“Seharusnya tidak banyak parpol yang bisa mengajukan daftar caleg. Maka saya titip betul angket di DPR menyelidiki KPU, bagaimana kerjanya, tidak mandiri, tidak profesional, harus dijadikan materi angket,” tuturnya.

Hadar juga mendorong audit atas Sirekap. Menurut dia sangat aneh bila suara di satu tempat pemungutan suara (TPS) melebihi dari 300, padahal sesuai UU Pemilu bahwa pada satu TPS maksimal jumlah pemilihnya hanya 300 orang.

Penggunaan teknologi, katanya, bukan hal baru karena Sirekap telah digunakan saat pilkada 2020.

Dia mengakui penyelenggaraan pemilu berbeda dengan pilkada. Namun hal ini tidak bisa menjadi alasan bagi KPU untuk tidak siap menyelenggarakan pemilu 2024. Terlebih, KPU memiliki dana yang besar.

Hadar mengatakan, persoalan lain yang patut menjadi sorotan bila hak angket digulirkan adalah politisasi bantuan sosial (bansos), cawe-cawe presiden, serta ketidaknetralan ASN dan TNI-Polri.

Dikatakan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendorong parpol untuk menggulirkan hak angket kecurangan pemilu 2024 untuk membenahi persoalan besar pada penyelenggaraan pemilu.

Dia menambahkan, hak angket pernah digulirkan pada pemilu 2009 untuk menyelidiki persoalan daftar pemilih tetap (DPT). Hasilnya, DPR merekomendasikan komisioner KPU diberhentikan dengan cara memperpendek masa jabatan, yang seharusnya berakhir pada Oktober 2012 menjadi April 2012. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *