Berita

Hasto: Ada Upaya Membungkam Pengungkapan Kecurangan Pemilu

0

Kerjha — Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto angkat bicara tentang kasus Harun Masiku dan calon presiden Ganjar Pranowo yang dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasto berpendapat, kasus Harun Masiku yang kembali bergema dan pelaporan Ganjar ke KPK merupakan upaya untuk membungkam sikap kritis atas dugaan kecurangan pemilu 2024.

Diketahui, Ganjar adalah sosok yang pertama menggaungkan pengguliran hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pilpres 2004. Tak lama setelah itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendatangi KPK, melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi saat Ganjar menjabat gubernur Jawa Tengah, dari perusahaan asuransi yang memberikan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng.

“Ini terjadi bagi mereka yang bersikap kritis, digunakan berbagai instrumen hukum, termasuk Ganjar dengan pengajuan dugaan yang dicari-cari terkait penyalahgunaan kewenangan,” kata Hasto dikutip dari kanal YouTube Liputan6, Minggu (17/3).

Lebih lanjut, Hasto mengatakan ketika dirinya mengungkap kecurangan Pemilu 2009 maka muncul intimidasi, termasuk kasus Harun Masiku.

Seperti diketahui, Harun adalah mantan kader PDI Perjuangan yang menjadi buron kasus dugaan suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut sejak 2020 bersama dengan tiga orang lainnya. Namun, hingga saat ini, dia tak kunjung ditangkap.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Harun ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020, kemudian pada 30 Juli 2021, namanya masuk ke dalam daftar buronan dunia dan masuk dalam daftar Red Notice Polisi Internasional (Interpol).

Hasto mengungkapkan, sebenarnya Harun merupakan korban karena memiliki hak konstitusi berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA).

Berdasarkan putusan itu, Harun seharusnya mendapat pelimpahan suara dari PDI Perjuangan berdasarkan kebijakan partai karena ada caleg terpilih yang saat itu meninggal dunia. Kemudian, dalam proses itu ada tekanan dari oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta imbalan, dan dia tergoda memberikannya, sehingga digolongkan sebagai suap.

“Tetapi sebenarnya kasus itu proses untuk mengaitkan dengan saya, padahal sudah ada tiga orang yang menjalani hukuman tindak pidana, tetapi sebenarnya diawali kompleksitas pemilu, sehingga mereka yang memiliki kebenaran secara hukum pun masih bisa diperas agar menjadi anggota legislatif,” tutur Hasto.

Menurut Hasto, ketika mendengar di pengadilan ada bukti untuk memberikan dana kepada oknum KPU, dirinya menegur keras anggota PDI Perjuangan itu karena melakukan hal yang bisa dikategorikan tindak penyuapan.

“Ini terbukti kasus Harun Masiku adalah upaya mencari kelemahan diri saya sebagai sekjen dan upaya menggunakan instrumen hukum untuk menargetkan saya. Saya sudah menjelaskan di pengadilan dan tidak ditemukan fakta yang berkaitan dengan saya,” bebernya.

Namun, kasus Harun muncul lagi karena dirinya mempersoalkan dugaan kecurangan pemilu 2024, mengkritisi Presiden Jokowi dan gerbong parpol pengusung pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Hasto menekankan, kasus Harun tidak menyurutkan semangat untuk tetap mengkritisi pemilu, karena sikap kritis adalah hal biasa dan sesuai jati diri PDI Perjuangan.

Terlebih, kecurangan pemilu dilakukan dengan pembungkaman suara rakyat melalui operasi politik dari hulu ke hilir yang diawali rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK Nomor 90/2023, yang memberi karpet merah bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi cawapres pada pilpres 2024, meskipun usianya belum memenuhi syarat minimal capres dan cawapres yakni 40 tahun.

“Saya menunjukkan tanggung jawab tidak hanya sebagai sekjen tetapi juga sebagai warga negara Indonesia yang punya komitmen menjaga demokrasi. Jika kecurangan masif dari hulu ke hilir dibiarkan, penggunaan instrumen kita biarkan, abuse of power dari presiden kita biarkan, maka ke depan tidak ada pemilu, sama dengan zaman Orde Baru dulu,” kata Hasto. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *