Berita

Jembatan Gantung Mbah Buto Buka Akses Desa Penggaron Jombang

0

Kerjha  ― Riko Ret Hendrik,
Kepala Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur mengenang saat warganya pernah merasa dikucilkan sebelum pemerintah membangun Jembatan Gantung Mbah Buto. Lokasi tempat tinggal mereka terisolir karena berseberangan dengan sungai.

Warga yang tinggal di sisi barat Sungai Seloemboeng juga harus menyeberang sungai saat musim kemarau dan memutar sekitar satu jam apabila muka air sungai tinggi.

“Dengan adanya Jembatan Gantung Mbah Buto dapat membantu aksesibilitas dan mobilitas warga di Desa Penggaron, khususnya warga RT 01 RW 002,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Ketua RT 01 RW 002 Desa Penggaron, Setyowati, “Sekarang kalau ke Pasar Mojoduwur untuk belanja atau menjual hasil pertanian hanya 15 menit. Anak-anak kami juga lebih cepat kalau berangkat sekolah,” ujarnya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan pembangunan Jembatan Gantung Mbah Buto sebagai akses konektivitas antardesa di Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Pembangunan jembatan gantung ini merupakan salah satu infrastruktur kerakyatan yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat karena membuka akses antara Desa Ngrimbi dengan Desa Penggaron.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan jembatan gantung sebagai salah satu infrastruktur kerakyatan akan memperlancar mobilitas dan memangkas waktu tempuh antar desa yang sebelumnya harus memutar jauh karena terpisah oleh kondisi geografis, seperti lereng, bukit, jurang, ataupun sungai.

“Hadirnya jembatan gantung akan mempermudah dan memperpendek akses warga perdesaan menuju sekolah, pasar, tempat kerja, mengurus administrasi ke kantor kelurahan atau kecamatan dan akses silaturahmi antar warga,” kata Menteri Basuki, dilansir dari laman Kementerian PUPR, Kamis (28/7).

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.3 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali, David Rachmat Prabowo mengatakan, pembangunan Jembatan Gantung Mbah Buto merupakan bagian dari paket pekerjaan pembangunan Jembatan Gantung Kaliregoyo cs yang dibangun pada 2020-2021.

Selain Jembatan Gantung Mbah Buto, terdapat dua jembatan gantung lainnya yang juga sudah selesai, yakni Jembatan Gantung Kaliregoyo di Kabupaten Lumajang dan Jembatan Gantung Ngares di Kabupaten Trenggalek.

“Untuk tiga buah jembatan tersebut, anggaran pembangunannya sebesar Rp 17 miliar. Untuk Jembatan Mbah Buto mulai kontrak November 2020 dan sudah selesai Juni 2021 dengan nilai kontrak Rp 2,8 miliar,” kata David Rachmat.

Jembatan Gantung Mbah Buto membentang di atas Sungai Seloemboeng dengan panjang 60 meter. Konstruksi jembatan gantung berupa rangka baja simetris yang dilengkapi struktur fondasi strauss pile diameter 40 cm dengan mengandalkan sling hanger sebagai perkuatan pada lantainya.

David Rachmat menambahkan, sesuai peruntukannya Jembatan Mbah Buto dikhususkan untuk warga yang berjalan kaki atau menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Jembatan ini tidak boleh dilewati oleh kendaraan roda empat, kecuali keadaan urgent untuk ambulans.

“Ini merupakan pembangunan jembatan baru atas usulan masyarakat karena sebelumnya harus memutar atau menyeberangi sungai. Jembatan ini diperkirakan memiliki usia konstruksi sekitar 50 tahun dengan catatan pemeliharaannya baik,” imbuhnya.

Selain memperpendek jarak dan waktu tempuh, keberadaan jembatan gantung ini juga membuka potensi lain untuk meningkatkan ekonomi warga sekitar salah satunya sebagai daya tarik wisata air karena berada di sebelah Dam Mbah Buto.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Jawa Timur–Bali pada tahun anggaran 2022 akan menyelesaikan pembangunan 14 unit jembatan gantung. Sementara secara nasional akan diselesaikan sebanyak 77 jembatan gantung pada tahun anggaran 2022. (HAS)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *