Berita

Mengolah Anyaman Pandan Jadi Produk Ekspor

0

Kerjha ― Eva Harlia, asal Dusun III, Desa Pantai Cermin Kanan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, telah 13 tahun menggeluti seni kerajinan anyaman pandan. Usaha kerajinan anyaman pandan Eva bernama Menday Gallery and Souvenir.

Sejak dulu, daerah Eva tinggal memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah. Pandan menjadi tumbuhan endemik yang tumbuh subur di pesisir pantai. Oleh karena itu, daerahnya menjadi sentra kerajinan anyaman penghasil lembaran tikar dengan bahan baku pandan. Melihat hal itu, Eva pun tergerak untuk melestarikan keunggulan di daerahnya tersebut.

“Di sini termasuk sentra, memang dari orangtua kami sudah bergelut di bidang anyaman penghasil lembaran tikar. Dari situlah saya tergerak memulai usaha ini dari 2010. Sudah 13 tahun saya berkecimpung di usaha ini,” kata Eva, dilansir dari keterangan pers BRI yang diterima Rabu (25/1).

Dengan modal awal Rp 500 ribu, Eva menggunakannya untuk membeli bahan baku pendukung agar anyaman pandan tersebut bernilai jual tinggi. Produk yang dihasilkan kelompok usaha ini bervariasi, di antaranya aneka tikar, sandal, aneka tas dan suvenir anyaman pandan, serta boks dari anyaman berbagai bentuk.

Harga yang paling murah untuk suvenir dibanderol Rp 5.000, sedangkan kerajinan tikar berukuran besar dan motifnya sulit, dijual dengan harga Rp 7,5 juta. Produk yang paling laku adalah tas seperti goody bag, yang sedang ngetren di kalangan masyarakat.

Eva mampu memproduksi kerajinan anyaman hingga ribuan per bulan. Karena telah menggunakan mesin jahit, bisa mempermudah dan mempercepat produksi. Selama ini, produk kerajinan anyaman dijual secara offline dan online. Untuk offline, produk anyaman pandan milik Eva bisa ditemukan di beberapa galeri oleh-oleh di wilayah Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Awalnya, Eva dan kelompok usahanya mengalami kendala dari segi pemasaran. Salah satunya karena kurang memahami cara memasarkan produk secara digital. Dalam produksinya, Eva dibantu oleh kelompok usaha yang terdiri dari 300 orang perempuan. Kelompok usaha ini terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya penyedia bahan baku. Mereka menyiapkan bahan baku yang berasal dari kalangan ibu rumah tangga yang tinggal di pesisir pantai. Para ibu ini mengolah daun pandan setengah jadi dalam bentuk daun kering. Kemudian, masuk kebagian yang bertugas pengerjaan khusus lembaran tikar, selanjutnya diolah menjadi berbagai bentuk bantuan BRI.

Eva merupakan salah satu nasabah KUR BRI. Peluangnya terbuka lebar untuk menambah modal dari BRI. Saat itu dia memberanikan diri mengajukan pinjaman KUR sebesar Rp 25 juta untuk membeli peralatan berupa mesin jahit dan lainnya. Dari sini, usahanya berkembang.

BRI juga memberikan bantuan berupa bangunan sebagai tempat kerajinan buat kelompok usaha ini. “Rumah produksi kami menyatu dengan rumah tinggal, jadi BRI memberikan kami hibah bangunan galeri pemasaran untuk produk anyaman pandan. Dari sisi pendanaan, hanya KUR yang cocok untuk kami karena dari segi suku bunganya sangat rendah, dan itu sangat membantu permodalan kami,” ujarnya.

Selain mendapat hibah dan pinjaman usaha dari BRI, kelompok usaha ini mendapat juara III program CSR BRI Peduli Pemberdayaan Kelompok Usaha Perempuan. BRI juga aktif mengajak dan mengikutsertakan kelompok usaha Menday Gallery and Souvenir dalam beberapa pameran maupun bazaar. Menariknya, produk kerajinan anyaman pandan milik kelompok usaha Eva ini sudah pernah ekspor sandal anyaman ke Singapura selama tiga tahun meski masih dalam skala kecil.

Ke depannya, Eva berencana ingin mengekspor produknya kembali. Salah satunya lewat dukungan BRI yang memberikan informasi pasar ekspor yang cocok untuk produk kerajinan anyamannya. (TUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *