Berita

Pemakaian Sandal Upanat Cegah Keausan Tangga Candi Borobudur

0

Kerjha ― Setiap wisatawan yang ingin naik ke Candi Borobudur nantinya akan diwajibkan menggunakan sandal khusus yang disebut upanat. Penggunaan sandal ini dimaksudkan untuk menjaga struktur dan kelestarian bangunan candi.

Sandal upanat nantinya wajib dipakai oleh para wisatawan yang ingin naik ke Candi Borobudur untuk melindungi batu candi dari gesekan alas kaki pengunjung.

Berbahan pandan dan mendong, sandal khusus tersebut nyaman, ringan, dan enak dipakai. Sandal ini diproduksi warga lokal, sehingga turut membawa dampak ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemakaian sandal khusus untuk naik ke Borobudur ini menjadi bagian dari menjaga kelestarian candi. Karena, kalau tidak ada upaya pencegahan, dikhawatirkan akan merusak batu candi.

Penamaan sandal upanat diambil dari relief Karmawibhangga nomor 15. Tertera penggalan kata berbunyi upanat di sana. Sebagai informasi, penggunaan sandal upanat khusus naik ke Candi Borobudur ini telah diujicobakan pada 26 Januari 2022.

Direktur Utama PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Edy Setijono mengatakan, nantinya kunjungan wisatawan yang naik ke struktur candi akan dibatasi 1.200 orang setiap harinya. Hal itu selaras dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Dia berharap, ke depan pandemi segera berakhir sehingga wisatawan bisa datang ke Candi Borobudur secara lebih leluasa. “Wisatawan reguler bisa beraktivitas di Taman Wisata Candi Borobudur sambil menikmati keindahan dan kemegahan candi sampai di pelataran atau halaman candi,” ujarnya, Senin (6/6).

Edy menambahkan, TWC tetap mengakomodasi wisatawan yang akan berkunjung ke Candi Borobudur dengan harga tiket reguler. Untuk tiket reguler wisatawan domestik sebesar Rp 50 ribu dan pelajar Rp 25 ribu. Lalu untuk tiket turis mancanegara USD 25 dan anak-anak atau pelajar USD 15. Wisatawan tidak diperkenankan untuk naik ke struktur candi.

Kini PT TWC sedang mempersiapkan standar operasional prosedur (SOP), yang teknis pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Borobudur (BKB).

Kepala BKB Wiwit Kasiyati mengatakan, penetapan kuota pengunjung sebanyak 1.200 per hari diperlukan untuk menjaga kondisi struktur bebatuan candi yang terus mengalami keausan. Angka itu diperoleh berdasarkan kajian pysical carrying capacity. Mulai observasi undak, selasar, hingga lorong candi.

“Jika diakumulasikan, pengunjung yang dapat naik ke struktur candi maksimal 1.259 orang per hari,” ungkap Kepala BKB Wiwit Kasiyati.

BKB sendiri memiliki peran untuk menjaga Candi Borobudur dari aspek perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya.

Terlebih, UNESCO telah memberikan amanah untuk mengikuti prosedur tertentu demi menjaga keterawatan candi. “Sehingga kami setiap tahun rutin melakukan monitoring keterawatan, keausan, retakan, sampah, jumlah pengunjung, hingga beberapa kerusakan yang ada di candi,” paparnya.

Dia menyebut, lantaran Candi Borobudur berada di ruang terbuka, tingkat kerusakan pun semakin tinggi baik karena hujan maupun panas. BKB telah memiliki analisa tersendiri, terutama yang paling dominan terkait keausan tangga candi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah kunjungan, terlebih pada peak season seperti saat libur Lebaran maupun Tahun Baru.

Dengan perubahan paradigma menjadi quality tourism, ditetapkannya Candi Borobudur sebagai DPSP, serta didukung dengan dokumen integrated tourism master plan, membuat kunjungan di candi harus dibatasi. Para wisatawan harus disebar ke kawasan candi.

Selain itu, Wiwit menambahkan, para pengunjung juga diwajibkan mendapat edukasi yang berkualitas dari pemandu wisata yang sudah bersertifikat.

Untuk meminimalisasi terjadinya keausan, BKB telah memiliki kajian terkait pemakaian sandal upanat. Dengan catatan, sandal itu harus diproduksi sendiri oleh maayarakat sekitar Borobudur. Karena pada dasarnya, pengelola ingin memberdayakan masyarakat dengan membuat produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Agar mereka mendapatkan sesuatu dari kunjungan wisatawan ke sini dan masyarakat juga ikut melestarikan candi dengan pembuatan sandal itu,” jelas Wiwit. (TUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *