Berita

Pemanfaatan Gas Domestik Capai 68 Persen

0

Kerjha — Pemerintah terus meningkatkan pemanfaatan gas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat serapan gas domestik tercatat sebensar 68 persen dari produksi gas nasional, sementara persentase gas untuk alokasi ekspor terus mengalami penurunan.

Sektor ketenagalistrikan menjadi salah satu sektor terbesar penyerap gas bumi untuk mendukung program gasifikasi ketenagalistrikan.

“Sumber gas Indonesia cukup besar dan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat. Persentase ekspor gas Indonesia telah mengalami penurunan secara bertahap sejak 2012 dan hingga saat ini pemanfaatan gas domestik mencapai 68 persen, di mana sektor industri menjadi konsumen terbesar, diikuti kelistrikan,” ujar Direktur Pembinaan Program Migas Mustafid Gunawan, Rabu (5/4).

Beberapa keuntungan menggunakan gas, antara lain mengurangi impor minyak untuk menjaga neraca perdagangan, memberikan kontribusi nilai tambah dan multiplier effect bagi ekonomi rakyat di daerah, mengoptimalkan penggunaan gas untuk rumah tangga, memenuhi komitmen Paris Agreement, serta pemenuhan target bauran energi dalam Kebijakan Energi Nasional.

Keberhasilan program gasifikasi kelistrikan, lanjut Mustafid, ditentukan oleh beberapa faktor utama, antara lain dukungan pemerintah, ketersediaan infrastruktur dan biaya logistik.

“Program ini juga meningkatkan konektivitas infrastruktur gas di kawasan timur Indonesia dan mendukung keamanan energi. Ini sangat cocok untuk karakteristik geografisnya yang terdiri dari banyak kepulauan,” terangnya.

Mustafid menuturkan, peran gas menjadi semakin krusial saat ini untuk mendukung ketahanan energi dan perubahan iklim, mengingat emisi gas lebih kecil dibandingkan batu bara maupun minyak bumi. Sumber gas Indonesia yang cukup banyak ini, membuat pemerintah terus melakukan upaya untuk peningkatan produksi gas dari lapangan-lapangan yang ada, pengembangan migas konvensional dan non konvensional, workover dan EOR.

Berdasarkan Neraca Gas Tahun 2023-2032, produksi gas Indonesia akan mengalami penurunan jika hanya mengandalkan lapangan yang ada. Agar hal itu tidak terjadi, pemerintah mendorong pengembangan lapangan-lapangan migas yang potensial. Secara umum, dengan memperhitungkan pasokan dari proyek-proyek migas, produksi gas akan meningkat signifikan pada 2032.

Sementara untuk LNG, Indonesia masih berpeluang menghasilkan LNG yang signifikan hingga 2035. “Dalam beberapa tahun ke depan, ada beberapa kargo LNG Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung transisi energi,” urai Mustafid.

Sementara program konversi BBM ke Glgas di Indonesia pada 2019, tercatat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena tingginya impor BBM. Di sisi kelistrikan, konsumsi BBM yang tinggi juga menyebabkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik juga tinggi. “Tingginya konsumsi BBM karena belum tersedianya infrastruktur gas,” kata Mustafid.

Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan untuk mengatasi situasi ini, antara lain melalui gasifikasi kelistrikan oleh PLN yaitu mengganti pembangkit-pembangkit yang menggunakan BBM menjadi bahan bakar gas. Selain itu, substitusi pembangkit listrik kapal laut yang semula menggunakan BBM, diubah berbahan bakar gas.

Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian ESDM menerbitkan Kepmen ESDM Nomor 249.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur Liquefied Natural Gas, serta Konversi dari Penggunaan Bahan Bakar Minyak Menjadi Liquefied Natural Gas dalam Penyediaan Tenaga Listrik.

Berdasarkan aturan tersebut, terdapat 47 lokasi gasifikasi pembangkit listrik dengan total volume kebutuhan LNG sebesar 282,93 BBTUD. Dari 47 lokasi ini, sebanyak 24 pembangkit berstatus operasi, tiga pembangkit berstatus pengadaan dan konstruksi dan 20 pembangkit berstatus rencana. (EDA)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *