Berita

Pupuk Indonesia Ubah Limbah Batu Bara Jadi Bahan Baku Pupuk

0

Kerjha ― PT Pupuk Indonesia (Persero) menggelar konvensi inovasi Pupuk Indonesia Quality Improvement (PIQI) 2022 di PT Pupuk Kujang Cikampek. Dalam ajang ini, Gugus Inovasi Operasional (GIO) FABA dari PT Petrokimia Gresik berhasil keluar sebagai Grand Champion.

Ketua GIO FABA, Verona Amelia menyebutkan, tema inovasi ini adalah menurunkan biaya pengelolaan limbah batu bara atau Fly Ash-Bottom Ash (FABA) dari Rp 269 juta per bulan menjadi Rp 0 per bulan.

Limbah batu bara tersebut juga dimanfaatkan menjadi substitusi filler clay atau bahan baku pupuk NPK di Petrokimia Gresik. Dengan demikian mampu menurunkan biaya pengelolaan limbah dan pembelian clay dengan total penghematan sebesar Rp 7,4 miliar per tahun.

“Berawal dari status limbah batu bara, yaitu fly ash dan bottom ash, yang merupakan limbah B3. Namun pada 2021, keluar Peraturan Pemerintah atau PP No. 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan FABA dari kategori limbah B3,” ujar Vero, yang merupakan staf di Departemen Lingkungan Petrokimia Gresik.

Dengan keluarnya regulasi tersebut, Vero bersama sembilan anggota gugus inovasi lainnya melihat peluang penghematan biaya operasional perusahaan dengan melakukan pengelolaan limbah batu bara secara internal. Karena saat berstatus sebagai limbah B3, FABA harus dikelola oleh pihak ketiga dan memakan biaya sebesar Rp 269 juta setiap bulannya.

“Dengan inovasi ini, kami memanfaatkan FABA menjadi pengganti clay pada pupuk NPK. Kenapa jadi filler, karena kami melihat ada karakterisitk atau kandungan yang sama antara FABA dengan filler clay yang biasa digunakan pada pupuk NPK,” jelasnya.

Setelah dilakukan uji coba, ternyata pemanfaatan FABA menjadi clay masih dalam batasan Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk NPK. Selain itu, dilakukan juga uji coba pada tanaman padi. Hasilnya, pupuk NPK dengan clay dari FABA memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pupuk NPK tanpa FABA.

Inovasi ini memiliki dampak positif bagi perusahaan. Di antaranya, kualitas lingkungan menjadi lebih baik, karena limbah dapat dimanfaatkan. Kemudian biaya pengelolaan limbah turun 100 persen, pengiriman limbah FABA kepada pihak ketiga menurun 52 persen, nilai risiko gangguan kesehatan dan keselamatan menurun, kenyamanan bekerja menjadi lebih baik, serta sejalan dengan PP No. 22 Tahun 2021 terkait pengelolaan FABA.

“Kemudian, PATEN juga kita dapat. Sudah kita sampaikan juga pada seminar skala nasional dan internasional, masuk dalam jurnal internasional, menjadi salah satu dasar pembuatan naskah akademik di Balitbangtan Kementan, serta telah diadopsi juga oleh teman-teman di Pusri Palembang,” terangnya. (TUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *