Berita

Satu Abad Bengkel Kereta Api Depo Sidotopo

0

Kerjha — PT KAI memiliki tempat perawatan yang dinamakan depo. Salah satu depo tersebut adalah Depo Sidotopo yang berada di Jalan Sidotopo Lor No. 2 Surabaya, Jawa Timur.

Dalam perjalanannya, Depo Sidotopo telah menginjak usia satu abad atau 100 tahun, sejak aktif digunakan pada 1923. Ingin tahu seperti apa kisahnya? Begini perjalanan depo bersejarah itu dari masa ke masa.

Masa Hindia Belanda
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Staatsspoorwegen (SS) pada 6 April 1875 untuk membangun proyek jalur kereta dengan menghubungkan wilayah Surabaya-Pasuruan-Malang. Jalur ini dibuka pertama kali pada 16 Mei 1878 dengan lintas Surabaya–Pasuruan dan selesai dibangun keseluruhan pada 1879, bertepatan dengan dibukanya seksi terakhir jalur kereta antara Lawang–Malang pada 20 Juli 1879.

Pada masa–masa awal, aktivitas perbengkelan dan depo lokomotif semuanya dipusatkan di area Stasiun Surabaya Kota atau yang akrab kita kenal dengan sebutan Stasiun Semut. Seiring berjalannya waktu, dengan makin meluasnya jaringan rel kereta setelah memasuki dekade 1900 yang dibarengi jumlah dan ukuran lokomotif yang makin banyak dan besar, maka kebutuhan akan fasilitas perawatan sarana berupa depo yang memadai sangat dibutuhkan.

Untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak itu, perusahaan berupaya untuk membuat depo baru yang lebih besar dan modern dibandingkan depo lama yang sudah usang di Stasiun Surabaya Kota. Hal itu juga dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bengkel pusat di Madiun yang lokasinya sebenarnya kurang strategis. Pada 1918, ditentukan bahwa depo induk lokomotif baru beserta emplasemen besar akan dibangun di Sidotopo, guna menampung kesibukan lalu lintas kereta api selama pengangkutan gula berlangsung.

Dalam kurun waktu tiga tahun, SS menyulap wilayah yang dulunya sawah, rawa-rawa, dan kampung di Sidotopo menjadi sebuah kawasan depo dengan luas lebih dari 80 hektare. Depo ini diklaim SS sebagai yang terbesar dan terluas yang pernah dimiliki, bahkan terbesar se-Asia. Hal tersebut turut diperkuat oleh artikel pada surat kabar “Deli Courant” yang terbit pada 9 Mei 1921. Menurut koran tersebut, depo ini mulai dipakai sejak 30 April dengan panjang 3 km serta lebar 300 meter dan pembangunannya masih terus berlangsung.

Dalam buku perayaan ulang tahun Staatsspoorwegen ke-50 “Gedenkboek Staatspoor-en Tramwegen” yang ditulis oleh S. A. Reitsma dijelaskan bahwa Depo Lokomotif Sidotopo telah aktif digunakan sejak 1923. J.J.G Oegema dalam bukunya dengan judul “Stoomtractie Op Java En Sumatra” juga menulis bahwa Depo Sidotopo merupakan depo induk yang paling modern saat itu. Tak tanggung-tanggung, dengan luas lebih dari 80 hektare, SS membangun kompleks locomotief depot beserta remise untuk perawatan dan perbaikan lokomotif termasuk juga kereta, dan gerbong.

Masa pertahanan kemerdekaan
Pada 13 November 1945 setelah kemerdekaan, Stasiun Sidotopo menjadi salah satu saksi bisu pertempuran pejuang dengan melawan tentara sekutu pada Agustus-November 1945 di Kota Surabaya tepatnya, di daerah sekitar Sawah Pulo. Para pejuang yang tergabung dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) Utara di bawah pimpinan Kustur, memiliki pos pertahanan di sekitar Jatipurwo berdekatan dengan Stasiun Kereta Api Prince Hendrik.

Saat itu, para pejuang sempat mendapatkan perlawanan tembakan sengit hingga mendapat tekanan yang membuat para pejuang terpaksa mengalihkan pertahanannya ke Stasiun Sidotopo. Para pejuang lalu ikut bergabung dengan para pemuda dan buruh dari kereta pi pada masa itu yang telah membuat pertahanan di Stasiun Sidotopo. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 20 pejuang gugur dan dimakamkan di Jalan Sidotopo Wetan.

Masa sekarang
Saat ini, Depo Sidotopo yang berada di wilayah Daop 8 Surabaya masih aktif difungsikan sebagai tempat perawatan maupun perbaikan lokomotif, kereta, dan gerbong. Di Depo Sidotopo juga dilakukan perawatan rangkaian KA Commuter Line Tumapel, Line Jenggala, Line Supas, Line Dhoho dan Penataran. Selain itu, kawasan tersebut juga terdapat stasiun, klinik kesehatan milik KAI (Mediska), dan Griya Karya Bima yang merupakan tempat beristirahat untuk masinis. Semua yang ada di kawasan Depo Sidotopo sekarang ini masih sangat otentik. Meski ada beberapa renovasi, namun tidak mengubah bangunan asli sejak dibangun pada 1923. (*)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *