Berita

Strategi Menurunkan Prevalensi Stroke di Indonesia

0

Kerjha ― Penyakit stroke menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada 2015 dan penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada 2014. Prevalensi stroke di Indonesia pada 2018, berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur di atas 15 tahun, sebesar 10,9 persen atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.

Untuk itu, sejumlah strategi disusun pemerintah untuk menurunkan prevalensi stroke di Indonesia. Mulai dengan memperkuat upaya promotif preventif kesehatan masyarakat, seperti mengampanyekan konsumsi makanan bergizi seimbang. Kemudian menjaga kadar gula dalam darah, rutin melakukan aktivitas fisik, dan yang tak kalah penting adalah rutin mengecek kesehatan setidaknya enam bulan sekali.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam acara Prevensi Stroke Campaign, Special 3D Cinema Lecture yang digelar Perhimpunan Spesialis Bedah Syaraf di Karawaci, Selasa (11/10), mengajak masyarakat untuk melakukan deteksi dini.

“Mulai tahun depan deteksi dini akan ditanggung BPJS Kesehatan. Ingat ya, mencegah lebih mudah dan murah daripada mengobati,” kata Menkes Budi.

Selanjutnya, adalah memperkuat layanan kesehatan untuk penyakit stroke. Budi melanjutkan, saat ini jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan tenaga kesehatan spesialis bedah jumlahnya belum memadai.

Dari 34 provinsi, baru 20 provinsi yang bisa melakukan tindakan pakai cathlab. Sementara 14 provinsi masih belum mampu menyediakan pelayanan stroke.

“Kami sedang berproses untuk memenuhi itu, terkait alatnya gampang. Saya sudah alokasikan untuk kanker, stroke, jantung, dan ginjal sekitar Rp 30 triliun hingga 2027. Seluruh provinsi dan 514 kabupaten/kota akan memiliki alat intervensi non-bedah. Ini pilar nomor dua transformasi layanan rujukan,” imbuhnya.

Selain itu, pemenuhan tenaga kesehatan juga sangat perlu. Pasalnya, jumlah dokter spesialis bedah saat ini juga masih sangat minim. Persebarannya pun belum merata, masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa.

Dari 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia yang memiliki spesialis hanya 20, spesialis saraf hanya sekitar 13, sementara sub spesialis syarat intervensi presentasinya lebih sedikit lagi.

Budi mengatakan akan memperbanyak prodi spesialis dan RS Pendidikan baik di Fakultas Kedokteran swasta atau negeri. Upaya lain yang sedang dilakukan pemerintah adalah memanfaatkan teknologi digital dalam peningkatan layanan stroke di seluruh fasyankes.

Budi ingin layanan kesehatan stroke terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Upaya terakhir yaitu, embrace new technology.

“Perkembangan teknologi ini harus kita manfaatkan untuk menghadirikan layanan kesehatan yang lebih personal dan presisi. Harapannya ini juga bisa digunakan untuk pencegahan stroke,” tuturnya. (TUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *