Berita

Tinggal Bersama Orangtua Perokok Bisa Sebabkan Anak Jadi Stunting

0

Kerjha ― Dirjen Kesehatan Masyarakat Endang Sumiwi mengungkapkan merokok dapat memperburuk kesehatan seseorang, dan pada anak dapat berpotensi menyebabkan stunting.

Hal itu ia ungkapkan berdasarkan penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018. Temuan penelitian itu balita yang tinggal bersama orangtua perokok tumbuh 1,5 kg kurang dari anak-anak yang tinggal bersama orangtua bukan perokok.

Dalam penelitian tersebut juga disebutkan 5,5 persen balita yang tinggal dengan orangtua perokok berisiko lebih tinggi menjadi stunting.

“Angka stunting masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20 persen, sementara Indonesia masih 21 persen. Kalau balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya maka ini menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan stunting,” ujar Endang dikutip dari laman Kemenkes.

Ia berharap keluarga Indonesia mengalihkan belanja dan melakukan prioritas ulang pengeluarannya bukan untuk rokok. Data Global Adult Tobacco Survey terdapat sebesar Rp 382 ribu per bulan yang dikeluarkan orang dewasa untuk membeli rokok.

Hal itu bisa dialihkan untuk menambah protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk tumbuh supaya tidak stunting.

“Kalau mau berkontribusi untuk mencegah stunting, para orangtua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ungkap Endang.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan, konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan kesehatan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) 2021 menjelaskan, pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.

“Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur,” ucap Maxi.

Rokok, tambah Maxi, jadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9 persen baik di perkotaan maupun di pedesaan dibandingkan untuk mereka yang mengonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.

Perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Feni Fitriani Taufik menjelaskan di RS Persahabatan pernah ada penelitian pada bayi. Ada tiga kelompok bayi yang dilahirkan yakni dari ibu yang tidak merokok, ibu yang jadi perokok pasif, dan ibu perokok aktif.

Hasilnya didapatkan pada plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif sama-sama ditemukan nikotin. Kemudian dari waktu lahir pun panjang badan dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.

“Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi,” ungkap Feni.

Ia melanjutkan, ada istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke. Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.

Sementara thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok. Umumnya tidak terlihat, tapi berbahaya. Bukan hanya asap tapi residu dari orang yang merokok yang menempel terutama di dalam rumah seperti gorden, karpet, dan sofa.

“Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak balita,” tutur Feni. (PUT)

Tulisan Terkait

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *